BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Sabtu, 24 April 2010

KENDALA PERTANIAN LAHAN KERING MASAM DAERAH TROPIKA DAN CARA PENGELOLAANNYA

Tanah di kawasan tropika basah pada umumnya memperoleh energi matahari dan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun. Kondisi tersebut menyebabkan tanah menjadi reaktif (peka) dan mempunyai tingkat erosi serta pencucian (leaching) yang tinggi. Temperatur dan kelembaban udara yang juga tinggi mengakibatkan dekomposisi bahan organik dan pelepasan hara berlangsung cepat. Bartholomew menyatakan bahwa pencucian merupakan penyebab utama masalah kesuburan tanah pertanian tropis.
Tanah-tanah tropis dengan curah hujan tinggi telah mengalami pencucian, menyebabkan jumlah kation basa yang dapat dipertukarkan berkurang. Kompleks petukaran dalam tanah di dominasi oleh ion-ion hidrogen dan aluminium, menyebabkan tanah semakin masam serta dapat menurunkan kapsitas tukar kation melalui proses perubahan mineral liat dalam tanah. Selanjutnya William dan Yoseph dalam menyatakan bahwa masalah agronomi yang penting pada tanah tropika adalah kekahatan hara dan kemampuan tanah menahan air yang rendah.
Menurut Sudjadi di Indoneia terdapat 3 jenis tanah penting yang bermasalah. Salah satu diantaranya yang mempunyai agihan luas, adalah Podsolik Merah Kuning (Ultisol) kurang lebih 48,3 juta hektar atau sekitar 30 persen luas total daratan Indonesia. Tanah ini memiliki tingkat pencucian hara tinggi, sebahagian besar kahat Ca, Mg, K,P, N, dan mempunyai kejenuhan Al tinggi serta rentan erosi.
Salah satu usaha perbaikan tanah-tanah masam semacam ini adalah pengapuran. Pegapuran dapat meningkatkan basa kalsium dan pH tanah melalui hidrolisis asam lemah yang merupakan bagian dari senyawa tersebut. Kalsit dan Dolomit merupakan bahan yang banyak digunakan, karena relatif murah dan mudah didapat. Disamping itu bahan tersebut dapat meperbaiki sifat fisik tanah dan tidak meninggalkan residu yang merugikan dalam tanah (Buckman dan Brady, 1974). Apabila pH tanah telah meningkat maka kation aluminium akan mengendap sebagai gibsit, sehingga tidak lagi merugikan tanaman.
Pada tanah tropika basah, bahan organik merupakan pendukung yang penting untuk produksi tanaman pangan. Bahan organik akan membantu mengurangi besarnya erosi, mempertahankan kelembaban, mengendalikan pH, memperbaiki drainase, mengurangi pengerasan dan retakan serta meningkatkan kapasitas pertukaran ion dan aktivitas biologi tanah.
Rendahnya produktivitas lahan kering, selain disebabkan oleh tingkat kesuburan tanah yang rendah, juga disebabkan oleh rendahnya intensitas indeks pertanaman karena kebutuhan air tidak tersedia sepanjang tahun. Untuk meningkatkan produktivitas lahan kering masam, maka selain pengapuran dan pemupukan dapat dilakukan dengan optimalisasi pola tanam, yang selain dapat meningkatkan intensitas indeks pertanaman, juga dapat mengurangi aliran permukaan/erosi, dan evaporasi tanah oleh adanya penutupan tanaman dan sisa hasil panen yang dapat berfungsi sebagai mulsa dan menambah bahan organik tanah.
Untuk mengembangkan usahatani pada lahan kering masam di Indonesia, maka kita akan dihadapkan pada berbagai kendala. Adanya berbagai faktor pembatas pertumbuhan seperti rendahnya kesuburan tanah dan tidak tersedianya air sepanjang tahun merupakan kendala utama rendahnya produktivitas lahan. Selain itu suhu yang tinggi dan ketidak merataan curah hujan serta kerentanan tanah terhadap erosi telah menambah kompleksitas permasalahan.
Tanah merupakan faktor lingkungan penting yang mempunyai hubungan timbal balik dengan tanaman yang tumbuh diatasnya. Tanah yang produktif harus dapat menyediakan lingkungan yang baik seperti udara dan air bagi pertumbuhan akar tanaman, disamping harus mampu menyediakan unsur hara. Faktor lingkungan tersebut menyangkut berbagai sifat fisik tanah seperti ketersediaan air, temperatur ,aerasi, dan struktur tanah yang baik.
Pengolahan tanah diperlukan bila kepadatan, kekuatan dan aerasi tanah tidak mendukung penyediaan air dan perkembangan akar. Sebagian tanah Podsolik merah kuning mempunyai horizon B yang berat dan padat dimana lapisan di bawah 15 cm sering sudah terlalu padat sehingga mengganggu akar tanaman. Akibatnya sebagian besar akar tanaman hanya berada di lapisan atas yang tipis dan tanaman mudah mengalami kekeringan. Untuk memecahkan masalah ini perlu mencoba mengolah tanah lebih dalam (Suwardjo, Abdurachman dan Sutono, 1984). Tanah yang diolah dalam tanpa mulsa bila setiap musim tidak diolah lagi akan menjadi padat. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya pori aerasi, yaitu 11,8 persen. Sebaliknya dengan pengolahan tanah sekali saja dan diberi mulsa tanah tetap gembur. Pori aerasi tanah pada perlakuan tersebut setelah 8 bulan tidak diolah masih cukup tinggi yaitu 15 sampai 17 persen, hampir sama dengan yang diolah setiap akan tanam. Bila tanah tidak diolah dan tidak diberi mulsa aerasinya cepat memburuk karena terjadi penyumbatan pori makro oleh zarah tanah sebagai akibat pecahnya agregat tanah karena benturan air hujan. Sebaliknya tanah yang ditutupi mulsa pori aerasinya masih baik karena pecahnya agregat tanah jauh lebih sedikit. Adanya mulsa dapat melindungi tanah dari energi kinetik hujan,sehingga mencegah atau mengurangi pecahnya agregat tanah dan menghindari penyumbatan serta pemadatan.
Mulsa yang menutupi permukaan tanah menyebabkan cahaya matahari tidak dapat langsung mencapai tanah, sehingga temperaturnya lebih rendah dari tanah terbuka. Pada malam hari mulsa dapat mencegah pelepasan panas shingga temperatur minimum lebih tinggi. Kedua peristiwa ini menyebabkan menurunnya fluktuasi temperatur tanah harian. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suwardjo, Abdurachman dan Sutono, menunjukkan bahwa perbedaan temperatur tanah maksimum bulanan antara yang diberi dan tampa mulsa pada kedalam 10 cm berkisar 2 – 5 oC. Pada kedalam 5 cm penurunan temperatur tanah yang diberi mulsa mencapai 5 – 12 oC. Perbedaan temperatur harian antara tanah yang diberi mulsa dan tanpa mulsa mencapai 8 oC dan 10 oC berturut-turut pada kedalaman 10 dan 20 cm.
Hasil penelitian tersebut sama dengan hasil penelitian di India yang di laporkan oleh Prihar et al. bahwa pemberian jerami menurunkan temperatur tanah sebesar 11,0; 7,01; dan 5,4 oC masing-masing pada kedalaman 5, 10 dan 20 cm. Menurut bahwa pengolahan tanah maupun pemberian mulsa sangat berpengaruh terhadap temperatur tanah. Temperatur tanah di Nigeria yang mencapai 42 oC, bila dengan mulsa jerami 4 ton/ha turun menjadi 34 oC. Penurunan temperatur tanah di daerah tropika merupakan salah satu factor penyebab peningkatan hasil pertanian. Selanjutnya Barus, Suwardjo dan Haryadi menjelaskan bahwa dengan mulsa 4 ton jerami per hektar produksi jagung dilpatkan 2 kali di Bogor. Demikian pula Syarifuddin menunjukkan secara tegas manfaat mulsa, dimana perlakuan 6 ton per hektar menghasilkan produksi jagung dan kedelai yang tinggi.
Kenaikan pH tanah disebabkan oleh meningkatnya kadar ion Ca, akibat penambahan kapur dan adanya pengaruh tidak langsung dari hasil dekomposisi bahan organik. Penambahan kapur meningkatkan kadar Ca2+ dan menimbulkan efek netralisasi sebagai akibat reaksi subtitusi ion H+ dengan ion Ca2+. Dekomposisi bahan organik akan menghasilkan antaralain asam karbonat hasil reaksi CO2 dengan H2O yang akan mempercepat aktivitas CaCO2 atau kapur pertanian..
Kadar bahan organik pada tanah yang ditanami terus menerus akan menurun sebesar 35 persen dibandingkan dengan tanah pada kondisi awal sebelum ditanami, sehingga bahan organik harus diberikan secara teratur. Pemberian mulsa secara teratur dapat mempertahankan kadar bahan oganik tanah. Beberapa hasil penelitian terdahulu menyimpulkan bahwa bahan organik tanah berasal dari penimbunan sisa tumbuhan dan binatang yang telah mengalami pelapukan lanjut maupun sebagian, sehingga bahan organik tanah berada dalam bentuk yang tidak mantap dan selalu berubah. Akibatnya, harus selalu diperbaharui melalui pengembalian sisa-sisa panen.
Sukristriyonubowo melaporkan bahwa, pemberian bahan organik dan kapur dapat meningkatkan kandungan P tersedia dalam tanah. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh langsung dari penambahan bahan organik dan kapur serta pengaruh tiak langsung dari penambahan bahan organik. Pengaruh tidak langsung terjadi karena proses dekomposisi bahan organik yang menghasilkan asam-asam organik mampu menonaktifkan anion-anion pengikat fosfat, yaitu Al dan Fe, dan membentuk senyawa logam organik. Sedangkan pengarunya secara langsung karena bahan organik merupakan sumber P dan S tersedia dalam tanah .

0 komentar: