BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Senin, 30 November 2009

kumpulan laporan gulma

KATA PENGANTAR


Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik.
Adapun judul laporan ini adalah “Identifikasi dan Analisa Vegetasi Gulma; Teknik Aplikasi Herbisida; Periode kritis Persaingan Kedelai (Glycine max) terhadap Gulma Bayam (Amaranthus sp); Kemampuan Bersaing Kacang Kedelai (Glycine max) Terhadap Gulma Bayam (Amaranthus sp.); Weed Seed Bank Pada Lahan yang Berbeda; dan Pengaruh Kedalaman Tanah Terhadap Pertumbuhan Gulma”, yang merupakan salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium Dasar Ilmu Gulma, Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Ilmu Gulma Prof. Ir. Edison Purba, Ph.D, dan Prof. Dr. Sangli J. Damanik serta para asisten Laboratorium Ilmu Gulma yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, November 2009
Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS VEGETASI GULMA 1

TEKNIK APLIKASI HERBISIDA 7
PERIODE KRITIS PERSAINGAN KEDELAI (Glycine max) TERHADAP GULMA BAYAM (Amaranthus sp.) 12
KEMAMPUAN BERSAING KACANG KEDELAI (Glycine max) TERHADAP GULMA BAYAM (Amaranthus sp.) 17

WEED SEED BANK PADA LAHAN YANG BERBEDA 22

PENGARUH KEDALAMAN TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN GULMA 26



IDENTIFIKASI DAN ANALISIS VEGETASI GULMA

Sthefani Melkasari/070301065
Mahasiswi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

ABSTRAK
Percobaan ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan yang berada pada ketinggian  25 m di atas permukaan laut. Percobaan ini bertujuan untuk mengenal spesies-spesies gulma dan melatih ketrampilan mahasiswa dalam mengidentifikasi gulma golongan rumput-rumputas (grasses), berdaun lebar (broadleaf weeds), dan teki (sedges) dan menentukan gulma dominan yang terdapat di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Metode yang digunakan dalam percobaan identifikasi dan analisa vegetasi gulma mengeidentifikasi jenis gulma yang ada dan mengetahui jenis gulma yang dominan dengan metode kuadran seluas 2 m2. Pada percobaan ini diketahui bahwa gulma yang mendominasi (NJD) tertinggi terdapat pada gulma Cyperus kyllingia sebesar 20,66% dan NJD terendah pada gulma Cyrtococcum arcroneum sebesar 0,855%.
Kata kunci : Identifikasi, Vegetasi gulma.

PENDAHULUAN
Gulma ialah tanaman yang tumbuhnya tidak diinginkan. Gulma di suatu tempat mungkin berguna sebagai bahan pangan, makanan ternak atau sebagai bahan obat-obatan. Dengan demikian, suatu spesies tumbuhan tidak dapat diklasifikasikan sebagai gulma pada semua kondisi. Namun demikian banyak juga tumbuhan diklasifikasikan sebagai gulma dimanapun gulma itu berada karena gulma tersebut umum tumbuh secara teratur pada lahan tanaman budidaya (Sebayang, 2005).

Persaingan terjadi apabila sejumlah organisme (baik dari jenis yang sama maupun berbeda) membutuhkan/menggunakan faktor-faktor kehidupan yang sama dan faktor-faktor kehidupan tersebut tidak cukup tersedia di dalam lingkungan. Dalam interaksi antara tumbuh-tumbuhan, pengobahan faktor-faktor lingkungan oleh suatu tumbuhan mengakibatkan berkurangnya aktivitas pertumbuhan dari tumbuhan lainnya. Karena interaksi antara tumbuh-tumbuhan terjadi melalui faktor-faktor lingkungan, maka bentuk dan tingkatan interaksi antara dua jenis tumbuhan bergantung pada keadaan lingkungan yang ada (Nasution, 1986).

Perkembangbiakan gulma sangat mudah dan cepat, baik secara generatif maupun secara vegetatif. Secara generatif, biji-biji gulma yang halus, ringan, dan berjumlag sangat banyak dapat disebarkan oleh angin, air, hewan, maupun manusia. Perkembangbiakan secara vegetatif terjadi karena bagian batang yang berada di dalam tanah akan membentuk tunas yang nantinya akan membentuk tumbuhan baru. Demikian juga, bagian akar tanaman, misalnya stolon, rhizomma, dan umbi, akan bertunas dan membentuk tumbuhan baru jika terpotong-potong (Barus, 2003).

Pendekatan klasik ahli taksonomi profesional pada masalah ini hanya dilakukan dengan analisis morfologis atas spesimen-spesimen yang mati, yang hasil-hasilnya sebagian dipengaruhi oleh cukupnya atau tidak cukupnya materi-materi referensi yang dimilikinya, dan metode-metode yang dipergunakan pada umumnya mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang serius kendatipun studi-studi yang teliti pada variabilitas (keanekaragaman) kategori sistemik yang diperhatikan (Huffaker dan Messenger 1989).

Pada dasarnya data yang diperoleh dari analisis vegetasi dapat dibagi atas dua golongan, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif menunjukkan bagaimana suatu jenis tumbuhan tersebar danberkelompok, stratifikasinya, perioditas, dan lain sebagainya; sedang data kuantitatif menyatakan jumlah, ukuran, berat basah/kering suatu jenis, dan luas daerah yang ditumbuhinya. Data kualitatif didapat dari hasil penjabaran pengamatan petak-contoh di lapangan, sedangkan data kualitatif di dapat dari hasil pengamatan lapangan berdasar pengalaman yang luas (Tjitrosoedirdjo dkk, 1984).

BAHAN DAN METODE
Percobaan ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada tanggal 28 Agustus 2009 dengan ketinggian tempat 25 m dpl. Bahan yang diperlukan adalah spesies gulma yang tumbuh di lahan percobaan, tali plastik dan pacak untuk menandai lahan percobaan serta buku identifikasi untuk membantu proses identifikasi.
Percobaan ini menggunakan metode kuadran dengan dua belas blok. Dihitung kerapatan mutlak (KM), kerapatan nisbi (KN), frekuensi mutlak (FM), frekuensi nisbi (FN) dan nilai jumlah dominansi (NJD) dengan rumus :
KM
KN = X 100%
 KM

FM
FN = X 100%
 FM

KN + FN
NJD = X 100%
2
Keterangan :
KM = kerapatan mutlak spesies gulma dalam petak contoh
KN = % kerapatan mutlak spesies tertentu terhadap semua jenis gulma.
FM = frekuensi mutlak spesies gulma dalam petak contoh
FN = % frekuensi mutlak spesies gulma tertentu terhadap semua jenis gulma.
NJD = nilai dominansi spesies gulma

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
NO Nama Gulma Blok KM FM KN
(%) FN
(%) NJD
(%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Ageratum conyzoides - - 3 3 - 1 1 - - - - - 8 4 0.45 4.12 2.285
2 Asystasia intrusa - 3 - 4 - - - - - 2 11 55 75 5 4.24 5.15 4.695
3 Axonopus compressus - - 78 9 20 - - 4 - - - - 111 4 6.28 4.12 5.2
4 Borreria laevis - 4 16 - - - 2 8 - - - - 30 4 1.70 4.12 2.91
5 Borreria latifolia - - - 2 - - 10 - - - - - 12 2 0.68 2.06 1.37
6 Cleome rutidosperma - - 15 - 3 2 - - - - - - 20 3 1.13 3.09 2.11
7 Commelina difffusa - - - - - - - 152 - - - - 152 1 8.60 1.03 4.815
8 Cyclosorus aridus - - - - - - - - - - 3 - 3 1 0.17 1.03 0.6
9 Cynodon dactylon - - - - - - - 9 - - - - 9 1 0.51 1.03 0.77
10 Cyrtococcum acrescens - - 32 - - - - - - 4 - - 36 2 2.04 2.06 2.05
11 Cyrtococcum arcroneum - - - - - - - 12 - - - - 12 1 0.68 1.03 0.855
12 Cyperus kyllingia - 45 302 26 23 22 52 7 7 10 6 30 530 11 29.98 11.34 20.66
13 Cyperus rotundus - - - - - - - 6 - - - - 8 2 0.45 2.06 1.255
14 Dactyloctenium aegyptium 10 4 1 - 22 - - - - - - - 37 4 2.09 4.12 3.105
15 Eleusine indica 78 8 17 1 - 2 1 - 1 - - - 108 7 6.11 7.22 6.665
16 Euphorbia hirta - - - - 2 - - - 10 - - - 12 2 0.68 2.06 1.37
17 Euphorbia prunifolia 4 - - - 2 3 - - - 14 2 7 32 6 1.81 6.19 4
18 Hyptis rhomboidea 1 2 - - 2 - 1 - - - 8 1 15 6 0.85 6.19 3.52
19 Ipomea reptans 1 - - - - - - - - - - - 1 1 0.06 1.03 0.545
20 Mimosa pudica 1 - - - - 2 - - - - - - 3 2 0.17 2.06 1.115
21 Ottochloa nodosa - - - - - 145 - - - - - - 145 1 8.20 1.03 4.615
22 Paspalum commersonii - - - 2 - - - - - - - - 2 1 0.11 1.03 0.57
23 Paspalum conjugatum - 10 - - 27 - 1 - - - - 2 40 4 2.26 4.12 3.19
24 Phyllanthus niruri - - 3 2 3 1 2 - 2 - - - 13 6 0.73 6.19 3.46
25 Setaria plicata 17 17 35 12 34 4 47 19 13 28 21 98 345 12 19.51 12.37 15.94
26 Sida rhombifolia 2 - - - - - - 1 - - - - 4 3 0.23 3.09 1.66
27 Spingelia anthelmia - - - 5 - - - - - - - - 5 1 0.28 1.03 0.655
1768 98

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa gulma yang tidak mendominasi daerah tersebut adalah Cyrtococcum arcroneum dengan NJD 0,855 % sedangkan yang mendominasi adalah Cyperus kyllingia dengan nilai NJD 20,66 %.

Pembahasan
Dari hasil percobaan diperoleh NJD tertinggi adalah Cyperus kyllingia yaitu 20,66%, sedangkan NJD terendah adalah Cyrtococcum arcroneum yaitu 0.855%. Cyperus kyllingia merupakan gulma yang pertumbuhannya cepat dan memiliki toleransi yang besar terhadap suasana lingkungan yang ekstrim. Hal ini sesuai dengan literatur Barus (2003) yang menyatakan perkembangbiakan gulma sangat mudah dan cepat, baik secara generatif maupun secara vegetatif.

Pada lahan percobaan juga diketahui bahwa NJD setiap gulma bervarisi sehingga jelas terjadi persaingan, dan dari persaingan tersebut maka akan menyebabkan populasi dari satu gulma lebih sedikit dibandingkan dengan gulma lain. Hal ini sesuai dengan literatur Nasution (1986) yang menyatakan bahwa persaingan terjadi apabila sejumlah organisme (baik dari jenis yang sama maupun berbeda) membutuhkan/menggunakan faktor-faktor kehidupan yang sama dan faktor-faktor kehidupan tersebut tidak cukup tersedia di dalam lingkungan. Dalam interaksi antara tumbuh-tumbuhan, pengobahan faktor-faktor lingkungan oleh suatu tumbuhan mengakibatkan berkurangnya aktivitas pertumbuhan dari tumbuhan lainnya.

KESIMPULAN
1. Dari hasil percobaan diperoleh KM tertinggi adalah Cyperus kyllingia yaitu 530 dan KM terendah adalah Ipomea reptans yaitu 1
2. Dari hasil percobaan diperoleh KN tertinggi adalah Cyperus kyllingia yaitu 29,98% dan KN terendah adalah Phyllanthus niruri yaitu 0,73%
3. Dari hasil percobaan diperoleh NJD tertinggi adalah Cyperus kyllingia yaitu 20,66% dan NJD terendah adalah Cyrtococcum arcroneum yaitu 0,855%
4. Dari hasil percobaan diperoleh bahwa gulma dominan yang terdapat pada lahan percobaan adalah Cyperus kyllingia
5. Dari hasil percobaan diperoleh bahwa jenis gulma berdaun lebar lebih banyak terdapat pada lahan percobaan dibandingkan gulma kelompok teki dan rerumputan

DAFTAR PUSTAKA
Barus, E., 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan. Kanisius, Yogyakarta
Huffaker, C. B., dan P. S. Messenger, 1989. Teori dan Praktek Pengendalian Biologis. Terjemahan S. Mangoendihardjo. UI-Press, Jakarta
Nasution, U., 1986. Gulma dan Pengendaliannya di Perkebunan Karet Sumatera Utara dan Aceh. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Tanjung Morawa (P4TM), Tanjung Morawa.
Sebayang, H. T., 2005. Gulma dan Pengendaliannya Pada Tanaman Padi. Unit Penerbitan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang
Tjitrosoedirdjo, S., H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo., 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. PT Gramedia, Jakarta


TEKNIK APLIKASI HERBISIDA

Sthefani Melkasari/070301065
Mahasiswi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

ABSTRAK
Percobaan ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada ketinggian tempat 25 m dpl. Percobaan ini bertujuan umtuk mengukur aplikasi perlakuan herbisida yang seragam pada suatu areal, sehingga diperoloh hasil pengendalian yang efektif dan efisien. Percobaan ini menggunakan air, dan knapsock. Luas areal yang dikalibrasikan 2,2 m2 dengan volume awal 5 liter/ha. Dari hasil percobaan diperoleh bahwa air yang digunakan untuk luas areal tersebut 1,5 liter/ha dan volume semprot yang digunakan adalah 181,81 L. Kebutuhan herbisida pada perlakuan 1/4x adalah 0,0032 L, pada 1/2x adalah 0,0062 L, x adalah 0,0123 L, dan 2x adalah 0,0248 L.
Kata Kunci: Herbisida, Dosis, Kalibrasi.

PENDAHULUAN
Herbisida adalah pestisida yang digunakan untuk mengendalikan gulma atau tumbuhan pengganggu yang tidak dikehendaki. Karena herbisida aktif terhadap tumbuhan, maka herbisida bersifat fitotoksik (Djojosumarto, 2002).

Proses aplikasi herbisida menyangkut berbagai aspek antara lain penyediaan larutan yang sesuai, pembuatan butiran semprotan, gerakan butiran cairan semprot pada sasaran dan butiran pada sasaran kebutuhan aspek itu diintegrasi untuk mendapatkan hasil biologi/kematian gulma (Triharso, 1990).

Dalam pengendalian gulma tidak seharusnya untuk membunuh seluruh gulma, melainkan cukup menekan pertumbuhan dan mengurangi populasinya sampai pada tingkat dimana penurunan produksi terjadi yang terjadi tidak berarti pada tingkat yang diperoleh dari penekanan gulma sedapat mungkin seimbang dengan usaha ataupun biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain pengendalian bertujuan hanya menekan populasi gulma samapi tingkat populasi yang tidak merugikan secara ekonomi atau tidak melampui ambang ekonomik, sehingga sama sekali tidak bertujuan menekan populasi gulma sampai nol (Sukman dan Yakup, 2002).

Di dalam melakukan kalibrasi terdapat tiga faktor penting yang menentukan keberhasilan kalibrasi yakni:
 Ukuran lubang nozel.
 Tekanan dalam tangki alat semprot.
 Kecepatan pergerakan (berjalan) aplikator.
(Anderson, 1977).

BAHAN DAN METODE
Percobaan ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada tanggal 18 April 2007 dengan ketinggian tempat 25 m dpl. Percobaan ini menggunakan air sebagai pelarut herbisida, gelas ukur untuk mengukur herbisida yang akan digunakan, ember plastik sebagai tempat menaruh air, glifosat sebagai herbisida yang akan diaplikasikan, dan Knapsock Sprayer sebagai alat semprot. Sebelum mengkalibrasikan air pada pelataran parker, ditentukan terlebih dahulu volume awal dengan rumus:
Volume yang diaplikasikan = Volume yang diperlukan
Luas areal perlakuan Luas areal yang akan diberi perlakuan


Kemudian ditentukan banyaknya volume semprot yang diperlukan untuk dosis herbisida 1/4x, 1/2x, x, 2x.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Volume awal (V1) = 5 L
Volume akhir (V3) = 3,5 liter
Volume semprot (V2) = V1 – V3
= 1,5 liter
Dosis anjuran = 220 cm = 2,2 m
G = 1,5 L
C = 10 m
Luas Lahan = 2,2 m2
Waktu = 16 detik = 60/16 x 10
= 37,5 m/menit

Volume semprot = Cx10000 = 1,5x10000 = 181,81 L
G.K 2,2x37,5
Kebutuhan herbisida pada perlakuan:
T1 = 0,375x1,5 = 0,0032 L
181,81
T2 = 0,75x1,5 = 0,0062 L
181,81
T3 = 1,5x1,5 = 0,0123 L
181,81
T4 = 3,0x1,5 = 0,0248 L
181,81

Pembahasan
Dari hasil percobaan dengan mengkalibrasikan air pada luas lahan 2,2 m2 diperoleh volume yang mau disemprot sebanyak 1,5 L, dan diperoleh volume semprot sebesar 181,81 L. Setiap dosis herbisida dimasukkan dalam 1,5 L air sehingga diperoleh kebutuhan herbisida untuk perlakuan 1/4x adalah 0,0032 L; 1/2x adalah 0,0062 L; x adalah 0,0123 L; dan 2x adalah 0,0248 L. Perbedaan jumlah aplikasi herbisida yang berbeda akan menghasilkan hasil yang berbeda. Di dalam melakukan kalibrasi ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan kalibrasi yaitu ukuran lubang nozzle, tekanan dalam tangki alat semprot, dan kecepatan berjalan (kedepan) aplikator. Ketiga faktor tersebut harus diatur sedemikian rupa sehingga diperoleh suatu volume larutan herbisida tertentu yang dapat dilepaskan melalui lubang nozzle pada setiap waktu yang dikehendaki. Hal ini sesuai dengan literatur Anderson (1977) bahwa di dalam melakukan kalibrasi terdapat tiga faktor penting yang menentukan keberhasilan kalibrasi yakni ukuran lubang nozel, tekanan dalam tangki alat semprot, dan kecepatan pergerakan (berjalan) aplikator.

KESIMPULAN
1. Pada perlakuan 1/4x, membutuhkan herbisida sebanyak 0,0032 L.
2. Pada perlakuan 1/2x, membutuhkan herbisida sebanyak 0,0062 L.
3. Pada perlakuan x, membutuhkan herbisida sebanyak 0,0123 L.
4. Pada perlakuan 2x, membutuhkan herbisida sebanyak 0,0248 L.
5. Volume semprot adalah 181,81 L.


DAFTAR PUSTAKA
Anderson, W.P., 1977. Weed Scince. West Publishing, Los Angeles.
Purba, E., 1996. Dasar Ilmu Gulma. FP – USU, Medan.
Sukman, Y., dan Yakup, 1995, Gulma dan Teknik Pengendaliannya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Triharso, 1986, Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman, UGM-Press, Yogyakarta.


PERIODE KRITIS PERSAINGAN KEDELAI (Glycine max) TERHADAP GULMA BAYAM (Amaranthus sp.)


Sthefani Melkasari/070301065
Mahasiswi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

ABSTRAK
Percobaan ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ±25 m dpl. Percobaan ini dilaksanakan mulai 6 November 2009 sampai 18 November 2009. Percobaan ini bertujuan untuk menyelidiki periode kritis persaingan tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merill.) terhadap bayam (Amaranthus sp.). Benih kedelai di tabur pada setiap kotak dengan jumlah 20 benih masing-masing kotak 3 ulangan, dan benih Amaranthus sp. di tebar pada masing-masing kotak dengan jumlah benih berbeda-beda empat perlakuan dan 1 perlakuan tanpa gulma sebagai pembanding masing-masing perlakuan adalah P0, P1, P2, P3 . Hasil diperoleh bahwa bobot segar kedelai tertinggi pada plot bebas gulma.
Kata kunci: Priode kritis, Kedelai, Bayam, Kompetisi.

PENDAHULUAN
Persaingan atau kompetisi adalah suatu corak interaksi antara dua pihak organism yang memperbutkan faktor kehidupan yang sama. Persaingan terjadi apabila sejmlah organism (baik dari jenis yang sama maupun berbeda) membutuhkan/menggunakan faktor-faktor kehidupan yang sama dan faktor-faktor kehidupan tersebut tidak cukup tersedia di dalam lingkungan (Nasution, 1986).

Hadirnya gulma pada periode permulaan siklus hidup tanaman dan pada periode menjelang panen tidak berpengaruh atau hanya berpengaruh kecil terhadap produksi tanaman. Akan tetapi antara dua periode tersebut tanaman peka terhadap gulma. Periode kritis prinsipnya merupakan saat sutau periode pertanaman berada pada kondisi yang peka terhadap lingkungan terutama unsure hara, air, cahaya dan ruang tumbuh. Pada periode kritis tersebut maka tanaman akan kalah bersaing dalam hal penggunaan unsur-unsur yang diperlukan untuk pertumbuhannya sehingga pertumbuhan tanaman terhambat, yang akhirnya akan menurunkan produksi tanaman (Sukman dan Yakup, 2002).

Persaingan untuk nutrisi antar tanaman dan gulma tergantung pada kadar nutrisi yang terkandung dalam tanah dan tersedia bagi keduanya dan tergantung pada pula pada kemampuan kedua tanaman dan gulma menarik masuk ion-ion nutrisi tersebut. Kemampuan serta kecepatan menarik ion-ion ke dalam tubuh tanaman tergantung pada sifat alamiah masing-masing tumbuhan (Moenadir,1993).

Gulma berkecambah (Germination) secara bersamaan dengan tanaman akan mengalami persaingan kuat. Karena tanaman bebas gulma di awal pertumbuhan kemungkinan tidak berbeda nyata dengan hasil tanamn bebas gulma sepanjang musim. Kerugian utama yang di timbulkan oleh gulma terhadap tanaman adalah hasil tanaman berkurang baik bobot basa maupun produktivitasnya. Beberapa jumlah minimum gulma (populasi atau bobot) menyebabkan cekaman material biologis pada tanaman. Kerapatan optimum gulma (The optimum level of weedensity) tidak menyebabkan penurunan hasil tanaman. Perkecambahan gulma yang tumbuh pada tanaman utama bergantung pada kelembaban(moisture) (Anderson, 1982).

BAHAN DAN METODE
Percobaan ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, dimulai tanggal 6 November 2009 sampai 18 November 2009. Bahan percobaan yang digunakan sebagai objek percobaan adalah kedelai (Glycine max) di tebarkan pada box dengan 3 ulangan masing-masing 20 benih. Dan gulma yang di gunakan adalah bayam (Amaranthus sp.). Benih bayam di tebar pada box 0,100,100,100. Box terbuat dari kayu berbentuk balok dengan panjang 120 cm, lebar 50 cm dan tinggi 20 cm. Masing-masing box diisi dengan tanah top soil
.
Percobaan dilakukan atas 4 macam perlakuan yaitu P0 20:0; P1 20:100; P2 20:100: dan P3 20:100 masing-masing sebanyak 3 ulangan. Kedua belas box ini diisi dengan pasir dan di beri perlakuan sesuai prosedur di atas.
Untuk menentukan priode keritis tersebut maka bobot segar kedelai di timbang setelah kurang lebih 5 MST. Masing masing akar di timbang dan di catat sesuai perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Bobot segar setelah 5 MST (gr)

Perlakuan ulangan


X
1 2 3
P0 200 210 180 590 196.67
P1 200 150 200 550 183.33
P2 150 70 190 410 136.67
P3 170 175 180 525 175
Tabel sidik ragam
SK db JK KT F f .01
Blok 2 49256.25 24628.13 0.004 tn 5.14
Perlakuan 3 3204222.92 1068074 1.98 tn 4.26
Error 6 3220723.17 536787.1 - -
Total 11 32706.25 - - -

Pembahasan
Hasil tanaman utama Kedelai (Glycine max) untuk menolerir priode kritis terhadap persaingan beberapa jumlah gulma menunjukan hasil yang tidak nyata itu artinya semakin sedikit jumlah gulma yang bersaing dengan tanaman utama saat priode kritis menunjukan hasil yang signifikan yaitu pada box yang berisi 20 benih kedelai dan 40 benih amaranthus hasil dari grafik dapat di lihat bobot kering kedelai mengalami penurunan sehingga hasilnya sebesar 30 % yaitu pada perlakuan P2. Hal ini di sebabkan karena hadirnya gulma pada priode permulaan siklus hidup tanaman pada priode menjelang panen hanya berpengaruh kecil terhadap pertumbuhan tanaman. Priode kritis terjadi karena tanaman berada pada kondisi kondisi yang peka terhadap lingkungan. Persaingan gulma selama 6 MST pertama segera setelah penanaman mempunyai pengaruhy besar terhadap penurunan produksi priode kritis persaingan gulma terjadi pada 25-33 % pertama dari siklus hidup tanaman. Priode kertis persaingan terjadi pada sepertiga sampai setengah pertama umur tanaman. Priode keritis persaingan gulma bervariasi priode yang sangat keritis untuk persaingan gulma adalah satu bulan peretama setelah pertanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sukman dan Yakup (2002) periode kritis prinsipnya merupakan saat sutau periode pertanaman berada pada kondisi yang peka terhadap lingkungan terutama unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh. Pada periode kritis tersebut maka tanaman akan kalah bersaing dalam hal penggunaan unsur-unsur yang diperlukan untuk pertumbuhannya sehingga pertumbuhan tanaman terhambat, yang akhirnya akan menurunkan produksi tanaman.

Sedangkan hasil tanaman utama kedelai (Glycine max) untuk menolerir priode kritis tanpa persaingan beberapa jumlah gulma menunjukan hasil yang tidak nyata itu artinya hasil tanaman bebas gulma menunjukan hasil yang signifikan pada perlakuan P3 yaitu mengalamai peningkatan. Hal ini di sebabkan karena tanaman bebas gulma memiliki kecepatan tumbuh yang amat tinggi. Hasil tanaman bebas gulma tanpa pengendalian di awal pertumbuhan kemungkinan hasilnya tidak berbeda nyata dengan hasil tanaman di akhir pengendalian. Hal ini sesuai dengan Anderson (1982), bahwa kerugian utama yang di timbulkan oleh gulma terhadap tanaman adalah hasil tanaman berkurang baik bobot basa maupun produktivitasnya. Beberapa jumlah minimum gulma (populasi atau bobot) menyebabkan cekaman material biologis pada tanaman.

KESIMPULAN
1. Bobot segar kedelai tertinggi terdapat pada plot bebas gulma, dengan nilai rata-rata 196,67 g.
2. Perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap periode kritis kedelai terhadap bayam.
3. Bobot segar terendah terdapat pada perlakuan P2 dengan rataan 136,67 g.

DAFTAR PUSTAKA
Nasution, U., 1986. Gulma dan Pengendaliannya di Perkebunan Karet Sumatera Utara dan Aceh. Pusat Penelitian & Pengembangan Perkebunan Tanjung Morawa, Tanjung Morawa.
Moenandir, J., 1993. Ilmu Gulma Dalam Sistem Pertanian. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sukman. Y. dan Yakup, 1995. Gulma dan Teknik Pengendalianya. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.


KEMAMPUAN BERSAING KACANG KEDELAI (Glycine max) TERHADAP GULMA BAYAM (Amaranthus sp.)


Sthefani Melkasari/070301065
Mahasiswi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.


ABSTRAK

Percobaan ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ±25 m dpl. Percobaan ini dilaksanakan mulai 6 November 2009 sampai 18 November 2009. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persaingan gulma bayam terhadap pertumbuhan vegetatif kedelai. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Kelompok non Faktorial. Yang terdiri dari satu perlakuan yaitu populasi bervariasi dan tiga ulangan. Perlakuan yang digunakan perbandingan populasi kedelai dan bayam yaitu 30:0; 20:10; 10:20; dan 0:30. Dalam percobaan ini diperoleh total bobot segar setelah 5 MST kedelai dan bayam dengan 3 ulangan pada perlakuan 30:0 yaitu 580 g, perlakuan 20:10 yaitu 550 g, perlakuan 10:20 yaitu 410 g, dan perlakuan 0:30 yaitu 525 g.
Kata kunci : Kompetisi, Kedelai, Bayam.

PENDAHULUAN

Beberapa faktor yang mengakibatkan kompetisi adalah faktor pertama yang mengakibatkan kompetisi adalah kehadiran suatu individu atau kelompok tanaman lain. Faktor kedua adalah kuantitas faktor pertumbuhan yang tersedia dan kompetisi terjadi apabila ketersediaan faktor pertumbuhan terbatas. Tetapi ini perlu diingat bahwa kompetisi dapat terjadi tidak hanya diantara tanaman baik dari varietas atau spesies yang sama atau berbeda, tetapi juga dintara organ dari tanaman yang sama. Karena kebutuhan tanaman akan jenis unsur hara dan air dapat berbeda diantara jenis faktor tersebut untuk suatu kombinasi jenis tanaman. Perbedaan intensitas kompetisi untuk suatu jenis faktor ini juga dapat terjadi antara umur tanaman karena tingkat kebutuhan yang berbeda dengan waktu sesuai dengan perkembangan tanaman (Moenandir, 1993).

Persaingan atau kompetisi berasal dari kata competere yang berarti mencari atau mengejar sesuatu yang secara bersamaan diperlukan oleh lebih dari satu pencari. Persaingan timbul dari 3 reaksi tanaman pada faktor fisik dan pengaruh faktor yang dimodifikasi pada pesaing-pesaingnya. Dua tanaman meskipun tumbuh berdekatan tidak akan saling bersaing bila bahan yang diperebutkan jumlahnya berlebihan. Bila salah satu bahan yang berlebihan itu berkurang maka persaingan akan timbul, sehingga istilah persaingan menerangkan kejadian yang mnjurus pada hambtan pertumbuhan tanaman yang timbul dari asosiasi lebih dari satu tanaman dan tumbuhan lain (Triharso, 1996).

Baik gulma maupun tanaman mempunyai kebutuhan yang sama akan kebutuhan hidupnya persaingan interspesifik terjadi antar spesies tumbuhan yang berbeda, sedangkan persaingan antar spesies tumbuhan yang sama merupakan persaingan intra spesifik (Sukman dan Yakup, 1991).

BAHAN DAN METODE

Percobaan ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, yang dilaksanakan mulai 6 November 2009 sampai 18 November 2009. Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah benih kedelai (Glycine max (L.) Merill.) dan benih bayam (Amaranthus sp.) sebagai objek pengamatan, top soil sebagai media tanam, kotak triplex untuk tempat menanam.
.
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak kelompok Non Faktorial. Perlakuan yang dipakai adalah perbandingan populasi kedelai dan bayam yaitu 30:0; 20:10; 10:20; dan 0:30. Ditanam benih kacang kedelai dan bayam dengan populasi yang berbeda-beda sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan. Dilakukajn penjarangan jika jumlah populasi berlebih dari perlakuan dan dilakukan penyulaman jika populasi tidak mencukupi perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Bobot segar setelah 5 MST (gr)

Perlakuan Ulangan ∑ X
1 2 3
K0 75 50 60 185 60,67
K1 95 30 55 175 58.33
K2 25 35 45 105 35
K3 65 35 30 130 43,33
K4 35 20 30 85 28,33

SK db Jk KT F f .01
Blok 2 1453,33 726,66 0,895 3,11
Perlakuan 4 69173,3 17293,3 21,29 2,81
Error 8 6495,33 811,92 - -
Total 14 5673,33 - - -


Pembahasan
Dari percobaan didapatkan bobot kering Glycine max pada perlakuan 30:0 lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan 20:10. Pada perlakuan 20:10 gulma Amaranthus sp lebih banyak dibandingkan pada perlakuan 30:0 dan ternyata bobot basah setelah 5 MST Glycine max lebih besar pada perlakuan pada perlakuan 30:0. Hal ini disebabkan pada perlakuan 30:0 persaingan intersfesifik Glycine max lebih sedikit dibandingkan pada perlakuan 20:10 yang lebih banyak populasinya. Hal ini sesuai dengan literatur Sukman dan Yakup (1991), baik gulma maupun tanaman mempunyai kebutuhan yang sama akan kebutuhan hidupnya persaingan interspesifik terjadi antar spesies tumbuhan yang berbeda, sedangkan persaingan antar spesies tumbuhan yang sama merupakan persaingan intraspesifik.
Dari percobaan diperoleh bahwa bobot segar setelah 5 MST terendah terdapat pada perlakuan K4, yaitu 0 kedelai dan 30 bayam. Hal ini terjadi karena tanaman yang ada hanya 1 jenis saja sehingga semua hara yang terdapat didalam tanah diserap terus-menerus yang mengakibatkan lama- kelamaan akan habis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Moenandir (1993) bahwa beberapa faktor yang menyebabkan kompetisi adalah faktor pertama yang mengakibatkan kompetisi adalah kehadiran suatu individu atau kelompok tanaman lain. Faktor kedua adalah kuantitas faktor pertumbuhan yang tersedia dan kompetisi terjadi apabila ketersediaan faktor pertumbuhan terbatas. Karena kebutuhan tanaman akan jenis unsur hara dan air dapat berbeda diantara jenis faktor tersebut untuk suatu kombinasi jenis tanaman. Perbedaan intensitas kompetisi untuk suatu jenis faktor ini juga dapat terjadi antara umur tanaman karena tingkat kebutuhan yang berbeda dengan waktu sesuai dengan perkembangan tanaman.

KESIMPULAN
1. Gulma bayam dapat mempengaruhi pertumbuhan dari tanaman kedelai jika jumlahnya menyaingi jumlah tanaman kedelai.
2. Pada media yang ditanam Glycine max tanpa adanya gulma bayam maka hasil bobot keringnya lebih besar.
3. Kerapatan gulma dapat menyebabkan penurunan hasil dari suatu tanaman utama.

DAFTAR PUSTAKA

Moenandir, J., 1993. Ilmu Gulma Dalam Sistem Pertanian. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sukman, Y. dan Yakup, 1995. Gulma dan Tehnik Pengendaliannya. Rajawali Press, Jakarta.
Triharso, 1996. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. UGM-Press, Yogyakarta.


WEED SEED BANK PADA LAHAN YANG BERBEDA

Sthefani Melkasari/070301065
Mahasiswi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

ABSTRAK
Percobaan dilakukan dilahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat 25 m diatas permukaan laut. Percobaan ini bertujuan untuk memperkirakan ukuran, komposisi dan distribusi vertical seed bank yang dicobakan. Percobaan tersebut menggunakan tanah dari empat lokasi yang berbeda, yaitu tanah dari lahan tanaman jagung, tanah dari lahan tanaman ubi kayu, tanah dari lahan kelapa sawit, dan tanah tanpa tanaman di pinggir jalan. Dari percobaan diperoleh bahwa seed bank yang tumbuh adalah gulma Phylanthus niruri, Cyperus rotundus, Ageratum conyzoides, Cleome rutidosperma, Paspalum conjugatum, Asystasia intrusa, dan Cyperus kyllingia.
Kata kunci : Seed bank, Gulma, Kedalaman tanah.

PENDAHULUAN
Biji gulma yang berada di dalam tanah, dalam waktu tertentu atau setelah terjadi pematahan dormansi, dapat berkecambah. Perkecambahan itu dapat terjadi selama biji tersebut sudah tidak akan berkecambah lagi setelah biji mengalami senesensi. Perkacambahan biji gulma ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, ialah faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam inilah merupakan sifat yang dipunyainya secara menurun (genetis) misalnya lama dormansi oleh karena tebalnya kulit biji, vigor, viabilitas, dan lain-lain (Moenandir, 1993).

Perkembangan gulma sangat cepat dan mudah, baik secara genetatif maupun vegetatif. Secara generatif, biji-biji gulma yang halus, ringan, dan berjumlah sangat banyak disebarkan oleh angin, air, hewan, maupun manusia. Perkembangbiakan secara vegetatif terjadi karena bagian batang yang berada di bagian tanah akan membentuk tunas yang nantinya akan membentuk tumbuhan baru. Demikian juga, bagian akar tanaman, misalnya stolon, rhizoma, dan umbi, akan bertunas dan membentuk tumbuhan baru jika terpotong-potong (Barus, 2003).

Rotasi tanaman memungkinkan mempunyai dampak kecil terhadap jumlah total biji dan alat biak vegetatip dalam tanah kecuali jika tanaman tersebut bebas gulma setiap saat. Kondisi cadangan biji juga tergantung pada dormansi dan lama biji tersebut tahan hidup (longevity) dalam tanah ( Sukman dan Yakup, 1992).

BAHAN DAN METODE
Percobaan ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada tanggal 6 November – 18 November 2009 dengan ketinggian tempat 25 m dpl. Bahan yang digunakan polybag sebagai media tanam, tanah top soil sebagai media tanam dan tanah seed bank dari empat lokasi berbeda yaitu lahan jagung, lahan ubi kayu, lahan kelapa sawit, dan tanah pinggir jalan sebagai objek pengamatan, pipa untuk mangambil tanah seed bank tersebut, label untuk menandai polybag.

Dalam percobaan ini dibuat satu petak lahan, kemudian polybag diisi ¾ tanah top soil lalu tanah seed bank dimasukkan dan disusun pada lahan tersebut dan diberi label untuk menandai tanah seed bank dari keempat tempat yang berbeda tersebut dan sesuai ulangannya. Data tersebut diambil dan diamati gulma apa saja yang tumbuh setiap minggu selama tiga minggu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Dari percobaan tersebut diperoleh hasil percobaan sebagai berikut :
Nama Gulma Tanah Jagung
0-2 cm 2-5 cm 5-10 cm
1 2 3 1 2 3 1 2 3
Phylanthus niruri 1 1 - 1 - 1 4 - 3
Cyperus rotundus 11 25 1 10 7 11 15 3 7
Ageratum conyzoides - - - 5 9 6 - - 2
Cleome rutidosperma 6 1 1 - - - 4 - 3
Paspalum conjugatum 10 5 7 - - - - - -
Asystasia intrusa - - - - - - 1 - -
Cyperus kyllingia - 1 - - 1 - - - -
Seed bank pada tanah jagung

Seed bank pada tanah ubi kayu
Nama Gulma Tanah Jagung
0-2 cm 2-5 cm 5-10 cm
1 2 3 1 2 3 1 2 3
Phylanthus niruri 4 - 1 1 - - 1 2 -
Cyperus rotundus - - - - 1 3 9 3 2
Ageratum conyzoides 5 - 3 3 3 7 3 - 1
Cleome rutidosperma 9 4 8 - - - - 4 -
Paspalum conjugatum 6 6 6 - - - 2 - 1
Asystasia intrusa - - - - - - - - 1
Cyperus kyllingia 3 - - - - 4 3 - 1

Seed bank pada tanah kelapa sawit
Nama Gulma Tanah Jagung
0-2 cm 2-5 cm 5-10 cm
1 2 3 1 2 3 1 2 3
Phylanthus niruri 1 - 4 10 3 5 3 - -
Cyperus rotundus - - - - - - - 4 -
Ageratum conyzoides 1 2 - 8 2 - 3 - -
Cleome rutidosperma - - - 4 5 3 5 1 3
Paspalum conjugatum - - - 2 5 1 - 3 -
Asystasia intrusa - 1 - - - - 1 - -
Cyperus kyllingia 2 - 1 4 - 5 2 - 1
Nama Gulma Tanah Jagung
0-2 cm 2-5 cm
1 2 3 1 2 3
Phylanthus niruri 6 3 - 4 - 4
Cyperus rotundus - - 1 - 2 -
Ageratum conyzoides - 1 - - - -
Cleome rutidosperma 3 - 2 - - 3
Paspalum conjugatum - - 1 1 - -
Cyperus kyllingia - 1 - - - 1
Seed bank pada tanah pinggir jalan tanpa tanaman

Pembahasan
Dari hasil percobaan didapat bahwa gulma Cyperus rotundus mendominasi hampir seluruh gulma di areal tanah jagung. Cyperus berkembang dapat melalui biji dan bagian vegetatifnya. Bagian vegetatif ini akan dengan cepat mengembangkan teki sehingga penyebarannya dapat cepat terjadi.hal ini sesuai literatur Barus (2003) Perkembangan gulma sangat cepat dan mudah, baik secara genetatif maupun vegetatif. Perkembangbiakan secara vegetatif terjadi karena bagian batang yang berada di bagian tanah akan membentuk tunas yang nantinya akan membentuk tumbuhan baru.

Dari percobaan dapat dilihat bahwa jumlah seed bank yang paling sedikit adalah pada Asystasia intrusa. Bahkan pada tanah dipinggir jalan yang tidak ada tanamannya, Asystasia intrusa tidak menjadi salah satu jenis gulma di tanah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa biji Asystasia memiliki masa dormansi yang lama. Menurut Sukman dan Yakup (1992) kondisi cadangan biji juga tergantung pada dormansi dan lama biji tersebut tahan hidup (longevity) dalam tanah.

DAFTAR PUSTAKA
Barus, E., 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan. Efektivitas dan Efiseiensi Aplikasi Herbisida. Kanisius, Yogyakarta.
Moenandir, J., 1993. Ilmu Gulma Dalam Sistem Pertanian. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sukman., Y dan Yakup, 1992. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Rajawali Press, Jakarta.


PENGARUH KEDALAMAN TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN GULMA


Sthefani Melkasari/070301065
Mahasiswi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

ABSTRAK

Percobaan ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, pada tanggal 19 November 2009. Percobaan ini bertujuan untuk mencatat kemampuan sejumlah gulma untuk muncul dari kedalaman yang berbeda-beda. Percobaan tersebut menggunakan 2 faktor perlakuan yaitu faktor 1 adalah jenis gulma S1 Amaranthuss sp., S2 Asystasia intrusa. Sedangkan faktor kedua adalah K. K1 0 cm, K2 1 cm, K3 5 cm, K4 15 cm. Dari percobaan diperoleh bahwa gulma yang banyak tumbuh adalah pada kedalaman 15 cm yaitu jenis gulma Amaranthus sp..
Kunci : Perkecambahan, Kedalaman tanah, Gulma.

PENDAHULUAN

Kedalaman pembenaman memberikan jumlah perkecambahan yang berbeda. Biji pada permukaan tanah dan biji yang dibenam sedalam 3, 8, 15 dan 23 cm akan memberikan perkecambahan masing-masing 30 %, 62 %, 60 %, 52 % dan setelah 12 bulan tidak tampak perubahan viabilitas pada biji yang dibenamsedalam 23 cm, tetapi bila pembenaman biji diangkat ke atas permukaan tanah perkecambahannya 7% saja (Moenandir, 1993).

Biji-biji gulma mengalami dormansi sekunder mampu berkecambah setelah dibawa kepermukaan tanah. Bila dormansi diperpanjang waktunya akan mengalami imbibisi sehingga jaringan embrio menjadi rusak. Dalam biji terimbibisi ini daya perkecambahan biji masih tetap tinggi (Tjitrosoedirdjo, dkk, 1984).
Faktor tanah yang turut menentukan distribusi gulma antara lain : kelembaban tanah, aerasi, pH tanah, unsur-unsur makanan dalam tanah dan lain-lain. Umumnya gulma mempunyai kemampuan bersaing yang cukup baik pada semua mcam tipe tanah. Kondisi cadangan biji juga tergantung pada dormansi dan lama biji tersebut tahan terdapat dalam tanah (Sukman dan Yakup, 1995).

BAHAN DAN METODE

Percobaan ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, pada tanggal 19 November 2009. Percobaan ini menggunakan polibag sebagai media tanam, tanah yang steril sebagai media tanam, benih Asystasia intrusa dan Amaranthus sp. sebagai objek pengamatan, label untuk menandai polibag. Dalam percobaan ini polibag diisi ¾ tanah yang steril dan benih tersebut diletakkan di atasnya sesuai dengan perlakuan dan diberi label untuk menandai perlakuan serta ulangannya. Diamati gulma apa saja yang tumbuh setiap hari sampai pengamatan terakhir dan dicatat datanya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

ama Gulma Perlakuan
S1K0 S1K1 S1K2 S1K3 S1K4
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Amaranthus sp. 10 5 10 6 3 4 - 3 - 6 5 5 10 14 16
25 13 3 16 40
Nama Gulma Perlakuan
S2K0 S2K1 S2K2 S2K3 S2K4
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Asystasia intrusa 5 8 7 1 2 3 - 2 - - 1 2 2 1 1
20 6 2 3 4

Pembahasan

Dari hasil percobaan dapat dilihat pada data bahwa benih Amaranthus sp. lebih dominan pada setiap kedalaman tanah dari pada Asystasia intrusa. Hal ini dikarenakan benih Amaranthus sp. memilki ketahanan untuk bertahan hidup pada setiap kedalaman tanah. Hal ini sesuai dengan literatur Sukman dan Yakup (1991) yang menyatakan bahwa kondisi cadangan biji juga tergantung pada dormansi dan lama biji tersebut tahan terdapat dalam tanah.

Dari hasil percobaan dapat dilihat pada data, ada gulma yang tidak dapat tumbuh pada suatu kedalaman. Hal ini mungkin disebabkan karena beberapa faktor yaitu dari benih tersebut yang sudah ketuaan, atau karena faktor lingkungan. Hal ini sesuai dengan literatur dari Tjitrosoedirjdo,dkk (1984) yang menyatakan bahwa biji-biji gulma mengalami dormansi sekunder mampu berkecambah setelah dibawa kepermukaan tanah.

KESIMPULAN

1. Benih gulma yang paling banyak tumbuh adalah Amaranthus sp. dan yang paling sedikit benih gulma Asystasia intrusa.
2. Benih gulma Amaranthus sp. paling banyak tumbuh pada kedalaman K4 yaitu kedalaman 15 cm sebanyak 40.

DAFTAR PUSTAKA

Moenandir. 1993. Ilmu Gulma Dalam sistem Pertanian Dalam Sistem Pertanian. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sukman, Y., dan Yakup., 1995, Gulma dan Teknik Pengendaliannya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Tjitrosoedirdjo, S., I. H. Utomo dan J. Wiroatmodjo, 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. PT. Gramedia, Jakarta.

Jumat, 02 Oktober 2009

vitamin c

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Vitamin adalah molekul organik sederhana yang diminta oleh tubuh. Vitamin bukan karbohidrat, protein maupun lipid. Tubuh tidak dapat mensintesis vitamin-vitamin. Karena larut dalam air, vitamin C mudah diserap dalam usus halus, dari mana ia langsung masuk ke dalam darah vena porta ke hati dan dari sana ke seluruh tubuh. Vitamin ini disimpan dalam banyak jaringan, tetapi terutama banyak sekali dalam organ yang berhubungan dengan aktivitas metabolism (Tarrant, 1989).
Asam askorbat atau lebih dikenal dengan nama vitamin C adalah vitamin untuk jenis primat tetapi tidak merupakan vitamin bagi hewan-hewan lain. Asam askorbat adalah suatu reduktor kuat. Bentuk teroksidasinya, asam dehidroaskorbat, mudah direduksi lagi dengan berbagai reduktor seperti glutation (GSH). Peranan asam askorbat sebagai koenzim belum dapat dipastikan karena asam ini tidak dapat berikatan dengan protein yang manapun (Sulaiman, 1995).
Vitamin C memiliki sifat yang larut dalam air dan mudah rusak oleh panas udara, alkali enzim, stabil pada suasana asam. Gejala yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin C antara lain pendarahan ringan. Sedangkan gejala yang berat antara lain gigi rontok, luka pada gusi, luka sukar sembuh dan tulang mudah patah. Vitamin C dapat ditemukan pada buah jeruk, tomat, arbei, kangkung, kentang, cabai, selada hijau dan jambu biji(Baliwati dan Ali, 2002).
Vitamin C diperlukan pada pembentukan zat kolagen oleh fibroblast hingga merupakan bagian dalam pembentukan zat intersel. Keadaan kekurangan vitamin C akan mengganggu integrasi dinding kapiler. Vitamin C diperlukan juga pada proses pematangan eritrosit dan pada pembentukan tulang dan dentin. Vitamin C mempunyai peranan penting pada respirasi jaringan. Pada umur 1 tahun, umumnya anak sudah dapat diet yang lebih bervariasi hingga angka kejadian menurun. Gejala-gejala yang menonjol:
1. Cengeng/mudah marah
2. Rasa nyeri pada tungkai bawah
3. Pseudoporolisis tungkai bawah, sedangkan tungkai atas jarang terserang (Supariasa, 2001).
Sumber vitamin C adalah buah-buahan segar terutama buah jeruk dan sayuran. Fungsinya yang pasti tidak diketahui, kecuali bahwa askorbat ikut berperan pada kerja enzim-enzim prolil dan lisil hidrolakse serta pehidroksifenil-piruvat oksidase, dan pada pembentukan nondrenalin. Kebutuhan orang dewasa 60 mg lebih banyak dalm laktasi, 35 – 45 mg untuk bayi dan anak-anak. Peningkatan kebutuhan dapat terjadi karena stress (Robert, 1977).
Vitamin C pertama-tama diisolasi oleh Szent Gyorgy (1928) dari jeruk, kol dan adrenal korteks. Ia namakan senyawa tersebut asam heksuronik karena molekulnya mempunyai enam karbon dan mempunyai sifat mereduksi. Vitamin C adalah derivate heksosa dan cocok digolongkan sebagai suatu karbohidrat. Vitamin ini dalam bentuk Kristal berwarna putih, sangat larut dalam air dan alcohol. Vitamin C stabil dalam keadaan erring tetapi mudah teroksidasi dalam keadaan larutan apalagi dalam suasana basa (Suharjo, 1987).

Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui kadar vitamin C pada masing-masing bahan dengan pengaru berbagai perlakuan terhadap kadar vitamin C pada masing-masing bahan secara kualitatif.

Kegunaan Percobaan
- Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium Biokimia Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.


TINJAUAN PUSTAKA

Sumber vitamin C secara umum terdapat dalam buah jeruk, sayur-sayur hijau dan buah tomat. Pada buah-buahan ini merupakan sumber vitamin C yang baik. Tubuh makhluk hidup setiap harinya membutuhkan vitamin C dari 25 sampai 30 mg per harinya. Vitamin C dapat juga beracun jika diambil atau dikonsumsi dalam dosis yang besar atau berlebihan, seperti vitamin C, pricipat hasil akhir dari katabolisme yang disebut sebagai asam oxalit (Lal, 2006).
Walaupun asam askorbat pasti banyak diperlukan pada metabolisme, ia dapat disintesis pada berbagai tumbuh-tumbuhan dan pada semua binatang yang diselidiki kecuali manusia dan primata lainnya dan marmut. Jalan dimengerti bahwa sistem pemindahan hidrogen peranan vitamin dalam system yaitu oksidasi tirosin. Salah satu reaksi analitik dipakai untuk vitamin c adalah reduksi kuantitatif zat warna. Vitamin c sangat mudah dirusak oleh pemanasan, karena ia mudah dioksidasi. Dapat juga hilang dalam jumlah yang banyak pada waktu mencincang sayur-sayuran seperti kol atau pada menumbuk kentang (Harper, 1979).
Vitamin C dapat hilang karena hal-hal seperti:
1. Pemanasan, yang menyebabkan rusak/berbahayanya struktur
2. Pencucian sayuran setelah dipotong-potong terlebih dahulu
3. Adanya alkali atau suasana basa selama pengolahan
4. Membuka tempat berisi vitamin C, sebab oleh udara akan terjadi oksidasi yang tidak reversible. Penambahan tomat atau jeruk nipis dapat mengurangi kadar vitamin C (Poedjiadi, 1994).
Di samping sangat larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar atau enzim oksidasi, serta oleh katalis lembaga dan besi. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam atau suhu rendah. Buah yang masih muda (mentah) lebih banyak mengadung vitamin C. Semakin tua buah, semakin berkurang vitamin C-nya(Prawirokusumo, 1994).
Pada proses penyimpanan yang lama, penambahan, peradangan dan pengerutan akan menurunkan kandungan vitamin C pada bahan makanan, terutama sayuran dan buah-buahan. Kebutuhan vitamin C pada tubuh setiap hari kurang lebih 60 mg. Sumber vitamin C terdapat pada jeruk, tomat, mangga, papaya, bunga kol, bayam, daun papaya dan daun singkong (Auliana, 1994).
Iodin dan iodium pada vitamin C digunakan sebagai indicator vitamin C, berperan penting dalam hidroksilisin prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin dan hidroksilisin yang merupakan bahan pembentuk kolagen. Vitamin C merupakan reduktor kuat dan penentuannya dapat ditentukan dengan menggunakan titrasi yang digunakan adalah iodine berdasarkan sifat yang menentukannya. Indikator yang digunakan adalah amilum dengan standarisasi iodine yaitu 1 ml 0.01 N dan iodine ekivalen 0.8 asam askorbat (Poedjiadi, 1994).


BAHAN DAN METODE PERCOBAAN

Bahan

- Buah pir yang tidak didinginkan
- Buah pir yang didinginkan
- Jeruk sunkist.
- Jeruk manis.
- Jeruk purut
- Jerul nipis.
- Jeruk kesturi.
- Nenas masak.
- Apel merah.
- Apel hijau.
- Jambu biji masak.
- Jambu biji mentah.
- Jengkol.
- Petai.
- Semangka.
- Air.

Reagensia

- I2 ( Iodium ) 0,01 N
- NaOH ( Natrium hidroksida )
- Pati 1 %
- Phenophtalin ( PP ) 1 %

Alat

- Tabung reaksi
- Gelas ukur
- Pipet tetes
- Pipet skala
- Beaker glass
- Erlenmeyer
- Kertas saring
- Corong
- Mortal
- Biuret
- Timbangan
- Pisau
- Serbet

Prosedur Percobaan

- Dikupas buah (triming dipisahkan dengan dari kulit dan bijinya).
- Dicuci bersih.
- Dihaluskan dengan mortar.
- Dtimbang masing-masing 5 gr.
- Dimasukkan kedalam beaker glass dan ditambah air sampai volume 100 ml
- Disaring dan diambil filtratnya 10 ml sebanyak dua bagian
- 10 ml filtrat yang pertama + pati 1 % sebanyak 2 – 3 tetes untuk menguji kadar vitamin C
- 10 filtrat lainnya + pp 1% sebanyak 2 – 3 tetes untuk menguji total asam
- Dititrasi filtrat I dengan I2 sampai berwarna merah.
- Dicatat volume titrasinya
- Dititrasi filtrat II dengan NaOH sampai berwarna merah.
- Dicatat volume titrasinya
- Dihitung kadar vitamin C ( KVC ) dengan rumus :
KVC = ml I2 0,01 x 0,08 x fp x 100
Berat contoh
- Dihitung % total asam ( TA ) dengan rumus :
%TA = %NaOH x N NaOH x fp x BM asam dominan x 100%
Berat contoh x 1000 x valensi


HASIL DAN REAKSI

Hasil

No Nama Bahan KVC % TA
1. Buah pir yang tidak didinginkan 5,632 6,7
2. Buah pir yang didinginkan 8,272 0,134
3. Jeruk Sunkist 1425,6 27,13
4. Jeruk manis 1281,6 6,88
5. Jeruk purut 140,8 11,284
6. Jerul nipis 12,32 8,19
7. Jeruk kesturi 15,86 0,1
8 Jambu biji masak 162,14 61,64
9. Jambu biji mentah 126,88 29,48
10. Jengkol 7,04 8,8
11. Petai 8,8 -
12. Nenas Mentah 8,8 0,0182
13. Nenas masak 12,32 0,02184
14. Apel hijau 176 0,67
15. Apel merah 158,4 2,68
16. Semangka 14 2,18

Perhitungan

Pir yang didinginkan
Pir yang tidak didinginkan
Jeruk Sunkist;
Jeruk Manis;
Jeruk Purut;
Jeruk Nipis;
Jeruk Kesturi;
Jambu Biji Masak;
Jambu Biji Mentah;
Jengkol;
Petai;
Nenas Mentah;
Nenas Masak;
Apel Hijau;
Apel Merah;
Semangka;


Reaksi

Reaksi vitamin C dengan iodine

O=C-H O=C-H

HO-C HO-C-I

HO-C-H O + I2 HO-C-I + H2O

H-C H-C-OH

H-C-OH H-C-OH

H2-C-OH H2-C-OH

Reaksi Asam Malat

O=C O=C-OH

HO-C-H HO-C-Na

HO-C-H O + PP+ NaOH HO-C-H + H2O +NaOH (pink)

H-C H-C-OH

H-C-OH H-C-OH

H2-C-OH H2-C-OH

Asam Sitrat

COOH COONa

CH2 CH2

H2O C COOH+PP+NaOH HO C COOH+2H2O+NaOH(sisa)pink

CH2 CH2

COOH COONa

Asam Jengkolat

H H

COOH C H2C S C2H2 S CH2 C COOH (PP 1%)

NH3

O H O

NaOH C C CH2 S CH2 S CH2 C C + H20

CH2 NH3 NH4 ON4

PEMBAHASAN

Pada percobaan digunakan bahan dari buah-buahan yang telah diketahui banyak mengandung vitamin. Vitamin C tidak dapat ditimbun, oleh karena itu bila kelebihan akan terus dikeluarkan lewat urine sehingga vitamin C bersifat larut dalam air. Hal ini sesuai dengan literatur Baliwati dan Ali (2004) yang menyatakan bahwa vitamin C memiliki sifat-sifat yang larut dalam air dan mudah rusak oleh panas udara, alkali enzim, dan stabil pada suasana asam. Dan vitamin C dapat ditemukan pada buah jeruk, tomat, arbei, kangkung, kentang, cabai, selada hijau dan jambu biji.
Dari hasil percobaan diperoleh bahwa vitamin C yang ditambahkan dengan pati 1% sebanyak 4 tetes dan dititrasi dengan Iodine akan menghasilkan warna hitam permanen. Ini karena iodine dan iodium merupakan indikator. Hal ini sesuai dengan literatur Poedjiadi (1994) yang menyatakan bahwa penentuan vitamin C dapat ditentukan dengan titrasi iodine berdasarkan sikap yang menentukan bahwa vitamin C dapat bereaksi dengan iodine. Indikator yang digunakan adalah amilum dengan standarisasi larutan dengan iodine yaitu 1 ml 0.01 N dan iodine ekivalen 0.8 asam askorbat.
Dari hasil percobaan diketahui bahwa jeruk sunkist mempunyai KVC 1425.6 mg dan % TA sebesar 27.13%. Jambu biji masak mengandung KVC 162.14 mg dan % TA sebesar 61.64%. Jambu biji mentah mengandung KVC 126.88 mg dan % TA 29.48%. KVC nenas mentah adalah 8.8 mg dan % TA 0.0182 %. KVC nenas masak adalah 82.32 mg dan % TA 0.02184%. Ini membuktikan bahwa KVC buah mentah yang lebih tinggi daripada KVS buah masak. Hal ini sesuai dengan literatur Lal (2000) yang menyatakan bahwa sumber vitamin C sebagian besar berasal dari sayur-sayuran dan buah-buahan, terutama pada buah segar. Buah yang masih mentah lebih banyak mengandung vitamin C. Semakin tua buah, semakin berkurang kadar vitamin C-nya.
Dari hasil percobaan pada buah pir yang tidak didinginkan memiliki kadar vitamin C yang paling tinggi dengan hasil 8,272. Hal ini disebabkan buah pir tersebut belum teroksidasi dengan komponen lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harper (1979) yang menyatakan bahwa vitamin C sangat mudah dirusak oleh pemanasan karena ia mudah dioksidasi. Dapat juga hilang dalam jumlah yang banyak pada waktu mencincang sayur-sayuran.
Dari hasil percobaan diketahui bahwa vitamin C dapat dirusak oleh pemanasan. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam atau suhu rendah. Hal ini sesuai dengan literatur Prawirokusumo (1994) yang menyatakan bahwa disamping sangat larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, atau enzim oksidasi, serta oleh katalis lembaga dan besi. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam atau suhu rendah.
Dari hasil percobaan antara buah nenas segar dengan buah nenas layu didapat bahwa kandungan vitamin C yang paling tinggi terdapat pada nenas yang layu. Hal ini disebabkan karena belum teroksidasi dan terhambat akibat antara lain suhu rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prawirokusumo (1994) yang menyatakan bahwa oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam atau suhu rendah.
Pada percobaan reaksi Iodine dengan vitamin C yang sebelumnya ditambahkan pati untuk menguji kadar vitamin C diperoleh hasil larutan dengan warna hitam permanen. Hal ini menunjukkan bahwa buah yang mempunyai kadar vitamin C yang tinggi dengan penambahan senyawa lain. Hal ini sesuai dengan literatur Sulaiman (1995) yang menyatakan bahwa asam askorbat suatu reduktor kuat dan bentuk teroksidasi mudah direduksi dengan berbagai reduktor.
Sifat vitamin C adalah:
1. Dalam bentuk kristal tidak berwarna
2. Larut dalam air dan sedikit larut dalam asetat atau alkohol yang mempunyai berat
3. Stabil pada pH rendah
4. Merupakan reduktoor kuat
5. Mudah teroksidasi
Fungsi vitamin C adalah:
1. Untuk membantu pembentukan kolagen interseluler
2. Untuk membantu proses hidrositasi dua asam amino prolin dan lisin
3. Untuk membentuk semua jaringan tubuh
Rumus struktur asam askorbat
OH
O │
O CH─CH2OH
C C
H
C═C

HO OH

Rumus bangun vitamin C
O = C
HOC O
HOC
H C
HOC – H
H2COH


KESIMPULAN

1. Dari hasil percobaan diketahui bahwa KVC pir yang didinginkan adalah 5.632 dengan % TA = 6.7% dan KVC pir yang tidak didinginkan adalah 8.272 dengan % TA = 0.134%
2. Dari hasil percobaan diketahui bahwa KVC jambu biji masak adalah 162.14 dengan % TA = 61.64% dan KVC jambu biji mentah adalah 126.88 dengan % TA = 29.48%
3. Dari hasil percobaan diketahui bahwa buah yang ditambahkan dengan pati 1 % dan dititrasi dengan iodine akan menghasilkan warna hitam permanent.
4. Dari hasil percobaan diketahui bahwa KVC tertinggi adalah pada jeruk sunkist yaitu 1425.6 dan terendah adalah pada buah pir yang didinginkan yaitu 5.632.
5. Dari hasil percobaan diketahui bahwa %TA tertinggi adalah pada jeruk sunkist yaitu 61.64% dan terendah adalah pada nenas mentah yaitu 0.082%.


DAFTAR PUSTAKA

Auliana, R., 1994. Gizi dan Pengolahan Lahan. Adicita Karya Nusa, Yogyakarta.
Baliwati, Y.F dan Ali, K., 2002. Penilaian Status Gizi.
Harper, H.A., 1979. Biokimia. Diterjemahkan oleh Martin M. EGC, Jakarta.
Lal, H. 2000. Biochemistry for Dental Students. CBS Publishers and Distributor, New Delhi.
Poedjiadi, A., 1994. Dasar-dasar Biokimia. UI-Press, Jakarta.
Prawirokusumo, S. 1994. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE, Yogyakarta.
Robert, W.M., 1977. Biokimia. Airlangga University Press, Semarang.
Suharjo, 1987. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Kanisius, Jakarta.
Sulaiman, A.H., 1995. Biokimia untuk Pertanian. USU-Press, Medan
Supariasa, I.D.N., 2001. Penilaian Status Gizi. EGC, Jakarta.
Tarrant, 1989. Basic Collage Chemistry. Harper and Row Publisher, London.

protein

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Protein merupakan polipeptida besar yang terdapat dalam semua jasad hidup. Berbagai jenis protein memiliki runtunan asam aminonya sendiri-sendiri. Sifat protein tergantung pada konformasi rantai protein itu, yaitu bagaimana rantai asam amino melipat dan menata diri dalam ruang (Wilbraham dan Matta, 1992).
Sintesis protein merupakan proses perangkaian asam-asam amino sehingga membentuk suatu rantai yang panjang. Rantai asam amino ini disebut polipeptida. Molekul protein dapat terdiri dari 1 atau lebih rantai polipeptida dimana masing-masing rantai polipeptida terdiri dari satuan unit asam amino (Lakitan, 2004).
Asam amino merupakan senyawa-senyawa kristalis yang tak berwarna, larut dalam air (kecuali siotin dan tirosin) mereka pada umumnya larut dalam alkohol encer, tidak larut dalam alkohol absolut atau dalam ester atau dalam pelarut-pelarut organik yang umum. Ada sejumlah asam amino seperti; glisin, alanin, serin, mempunyai rasa yang manis. Glutamat mempunyai rasa gurih, sedangkan asam-asam encer lainnya merupakan rasa pahit (Sastromidjojo, 2005).
Asam-asam amino diperlukan baik dalam gizi (nutrisi) binatang maupun. Akan tetapi, sedangkan binatang biasanya mendapat suplai senyawa. Senyawa ini dan tumbuhan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Percobaan-percobaan pemberian makanan telah menunjukkan bahwa pada binatang, asam-asam amino yang digunakan untuk membangun protein dapat dibagi dalam dua kelompok yang esensial dan yang non esensial (Titrosomo, 1990).

Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui sifat-sifat dari protein.

Kegunaan Percobaan

- Laporan sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium Biokimia Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.


TINJAUAN PUSTAKA

Protein adalah polimer yang termasuk unit aminoacyl yang bergabung dengan formasi amida atau peptida. Kira-kira 20 asam amina yang ada dalam unit monomatik dalam suatu protein. Dalam ilmu pengetahuan pH dalam sistem mamalia diptutorasi. Ini merupakan spesies yang disebut ion zwitter (Cunningham, 1991).
Berdasarkan fungsi biologisnya, protein dapat diklasifikasikan sebagai enzim (dehidrogenesis lanases), protein storage, (persitrin,myogobblin), protein basa (DNA-protein, hormon peptida), protein struktural (calogen, proteglicans), protein pelindung (faktor darah, immuglobin), protein transport (hemoglobin, plasma, lipoprotein) dan protein karakteristik atau matil (hemoglobin, plasma lipopsetein) dan (aktin, tubulin) (Muray et all, 1996).
Banyak protein yang telah dapat diperoleh dalam bentuk kristal, meskipun demikian proses kristalisasi untuk berbagai jenis protein tidak selalu sama, artinya ada yang mudah dapat terkristalisasi, tetapi ada pula yang susah. Beberapa enzim antara lain, tripsin, pepsin, katalase dan urease telah dapat diperoleh dalam bentuk kristal. Albumin pada suatu telur sukar dikristalkan. Proses kristalisasi protein sering dilakukan dengan jalan penambahan garam amonium sulfat atau NaCl pada larutan dengan pengaturan PH pada titik isolistriknya (Poedjadi, 1994).
Kebanyakan protein memiliki jumlah yang besar pada kelompok inisiasi. Asam amino, trinin N dan C dan kadang-kadang ada pada kelompok lain. Mungkin atau tidak ada kelompok partikular yang membawa nilai tergantung dari Pka dan hubungannya dengan pH. Pada pH terendah ada banyak charge positif daripada yang negatif, protein cationic dan pemindahan electroda negatif (katoda) pada suatu elektrik (Ottaway and Apss, 1994).
Secara kasar protein dapat dikategorikan menurut tipe tugas yang dilaksanakan:
- Protein serat (protein struktural), yang membentuk kulit, otot, dinding pembuluh darah, dan rambut, terdiri dari molekul panjang mirip benang yang erat dan tidak larut.
- Protein globular, yang membentuk agak bulat karena rantai-rantai melipat bertumpukan. Protein globular larut dalam air dan melakukan berbagai fungsi dalam suatu organisme.
- Protein konjugasi, yang dihubungkan kesuatu bagian non protein seperti misalnya gula, melakukan berbagai fungsi dalam seluruh tubuh.
(Fessenden dan Fessenden, 1995).
Larutan protein daalam air terbentuk sol yang suka air atau sol hidrofil, sehingga disamping mempunyai muatan yang berubah dengan perubahan pH. Partikel-partikel protein sangat stabil. Untuk mengumpulkannya dapat dilakukan dengan menambahkan alkohol untuk menarik selubung air (dehidrasi) terjadi pada titik isolatik, sebab saat itu protein tidak bermuatan listrik (Sulaiman, 1997).


BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan dengan ketinggian ± 25 meter diatas permukaan laut yang dilaksanakan pada hari Jum’at, tanggal 29 Agustus 2008 sampai dengan selesai.

Bahan

- Telur puyuh
- Telur ayam eropa
- Telur ayam kampung
- Telur bebek
- Urine
- Kasein

Regensia

- NaOH 0,1 N
- CuSO4 0,1 N
- AgNO3 0,1 N
- (NH4)2SO4 0,4 N
- CH3COOH 6 %
- CH3COOH 36 %
- HNO3 65 %
- Pb(CH3COOH)2 0,1 N
- MgSO4 0,1 N
- K2CrO4 0,1 N
- NH4OH 0,1 N
- Alkohol 96 %
- Reagen Molish (C6H10O)

Alat

- Masker
- Sarung tangan
- Kompor listrik
- Botol kocok
- Erlemeyer
- Tabung reaksi
- Pipet tetes
- Pipet skala
- Beaker glass
- Rak tabung reaksi
- Serbet
- Pulpen
- Penggaris
- Brus tabung
- Bunsen
- Penjepit tabung

Prosedur Percobaan

a. Reaksi Biuret
- Diambil 4 tabung reaksi diisi dengan 2cc albumin telur ayam kampung, eropa, bebek dan puyuh.
- Ditambahkan 1cc NaOH 2 N, 3cc CuSO4 0,1 N.
- Dilakukan observasi visual pada masing-masing tabung.
b. Reaksi Xantoprotein
- Diambil 4 tabung reaksi diisi dengan 2cc albumin telur ayam kampung, eropa,bebek dan puyuh.
- Ditambahkan 10 tetes HNO3 65 % dan 1cc NH4OH 0,1 N.
- Dilakukan observasi visual pada masing-masing tabung.
c. Reaksi Molish
- Dambil 4 tabung reaksi diisi dengan 2cc albumin telur ayam kampung, eropa, bebek dan puyuh.
- Ditambahkan reagent molish 2cc HNO3 65 % dengan reksi dinding.
- Dilakukan observasi visual pada masing-,masing tabung.
- Pengendapan dengan Asam Kuat
- - Diambil 4 tabung reaksi diisi dengan 2cc albumin telur ayam kampung, eropa, bebek dan puyuh.
- Ditambahkan 1cc HNO3(p).
- Dilakukan observasi visual pada masing-masing tabung
e. Reaksi Logam Berat
1. Reaksi AgNO3
- - Diambil 4 tabung reaksi diisi dengan 2cc albumin telur ayam kampung, eropa, bebek dan puyuh.
- Ditambahkan 1cc AgNO3 0,1 N.
- Dilakukan observasi visual pada masing-masing tabung.
2. Reaksi dengan Pb(CH3COOH)2
- Diambil 4 tabung reaksi diisi dengan 2cc albumin telur ayam kampung, eropa, bebek dan puyuh.
- Ditambah 1cc Pb(CH3COOH)2 0,1 N.
- Dilakukan observasi visual pada masing-masing tabung.
f. Salting Out
- Diambil 4 tabung reaksi diisi 2cc contoh bahan.
- Diisi 1cc (NH4)SO4, 1cc MgSO4 0,1N, 1cc K2CrO4 0,1N dan 1cc alkohol 96 %.
- Dilakukan observasi visual pada masing-masing tabung dengan contoh yang berbeda.
g. Kasein
- Diambil casein secukupnya, lalu ditambahkan 2cc NaOH 0,1N dan diaduk.
- Dilakukan observasi visual pada tabung.
h. Pembuktian pada Urine
- Diambil 4 tabung reaksi masing-masing diisi 3cc urine.
- Tabung 1 ditambahkan 3 tetes CH3COOH 6 %.
- Tabung 2 ditambahkan 3 tetes CH3COOH 36 %.
- Dipanaskan dan diamati.


HASIL DAN REAKSI

Hasil

NO BAHAN PEREAKSI OBSERVASI KET
1 Biuret
2 cc albumin tlr aym kpng
2 cc albumin tlr aym eropa
2 cc albumin tlr bebek
2 cc albumin tlr puyuh
1 cc NaOH 2 N
+
3 cc CuSO4 0.1 N
Warna ungu
Warna ungu
Warna ungu
Warna biru muda dan menggumpal

Diamati
2 Xanthoprotein
2 cc albumin tlr aym kpng
2 cc albumin tlr aym eropa
2 cc albumin tlr bebek
2 cc albumin tlr puyuh
10 tetes HNO3
65 %
+
1cc NH4OH
0.1 N
Warna kuning
Menggumpal putih, ada gas
Warna kuning

Warna kuning muda, ada busa,
telur menggumpal

Diamati
3 Molish
2 cc albumin tlr aym kpng
2 cc albumin tlr aym eropa
2 cc albumin tlr bebek
2 cc albumin tlr puyuh

Reagen molish
2 cc HNO3 65 %
Merah bata,ada endapan kuning Menggumpal putih
Warna kuning

Timbul gelembu-ng, sedikit menggumpal,warna
kuning kecoklatan, ada busa

Diamati
4 Asam Kuat
2 cc albumin tlr aym kpng
2 cc albumin tlr aym eropa
2 cc albumin tlr bebek
2 cc albumin tlr puyuh

1 cc HNO3 (p)
Warna kuning
Telur menggumpal
Warna putih
Telur menggumpal berwarna kuning, ada sedikit busa

Diamati
5 Logam Berat
a. Dengan AgNO3
2 cc albumin tlr aym kpng
2 cc albumin tlr aym eropa
2 cc albumin tlr bebek
2 cc albumin tlr puyuh
b.Dengan Pb(CH3COOH)2
2 cc albumin tlr aym kpng
2 cc albumin tlr aym eropa
2 cc albumin tlr bebek
2 cc albumin tlr puyuh

1cc AgNO3 0.1 N

1 cc Pb(CH3COOH)2 0.1 N

Gumpalan abu-abu
Endapan putih
Gumpalan warna pink
warna abu-abu, agak menggumpal
Warna putih
Endapan putih
Warna putih
Warna putih seperti kapur bagian atas

Diamati
6 Salting Out
2 cc albumin tlr aym kpng
2 cc albumin tlr aym eropa
2 cc albumin tlr bebek
2 cc albumin tlr puyuh
1 cc (NH4)2SO4 0.4 N
1cc MgSO4 0.1 N

1 cc K2CrO4
0.1 N
1cc Alkohol 96 %
Warna kuning telur
Kuning, putih bening
Warna kuning
arna kuning dan putih

Diamati

7 Kasein NaOH 0.1 N Endapan putih Diamati
8 Urine
Urine CH3COOH Tidak ada
Tidak ada Dipa- naskan

Reaksi

1. Reaksi Biuret
H O NH2
| || |
H2N – C – C – 0H + CuSO4  C + Cu(OH)2
| |
R C=O biru tua
|
NH2

2. Reaksi Xanthoprotein

H O O
| || ||
H2N – C – C – 0H + HNO3 (p)  R – CH – C - OH
| |
R NH3ON3

Kuning

3. Reaksi Molish

H O
| ||
H2N – C – C – 0H + 
| |
R R-C-NH2
|
C=O
|
OH

4. Reaksi Pengendapan dengan Asam Lemak

H O H O
| || | ||
H2N – C – C – 0H + HNO3 (p)  R – C – C – ONO3 + H2O
| |
R NH2
gumpal


5. Reaksi Logam Berat

H O H O
| || | ||
H2N – C – C – 0H + CuSO4  H2N – C – C – OCu + H2SO4
| |
R R
gumpal


H O H O O H
| || | || || |
H2N – C – C – 0H + AgNO3 H2N – C – C C – C –NH2 + NO2 + H2O
| | O-Ag-O |
R R R
Gumpal


H O H O O H
| || | || || |
H2N – C – C–0H + Pb(CH3COO)2H2N– C – C C – C – NH2 + CH3COOH
| | O-Pb-O |
R R gumpal R

6. Salting Out


Elektrolit

7. Kasein
H O H O
| || | ||
R – C – C + NaOH  R – C – C + H2O
| | | |
NH2 OH NH2 ONa

8. Urine
H O H O
| || | ||
R – C – C + CH3COOH  R – C – C + CH3OH
| | | |
NH2 OH NH2 OH

PEMBAHASAN

Diketahui bahwa protein dapat diklasifikasikan yaitu yang salah satunya protein globular, yaitu pada percobaan yang telah dilakukan diketahui albumin pada telur sedikit menggumpal karena rantai-rantai melipat bertumpukan dan protein globular larut dalam air dan melakukan berbagai fungsi dalam suatu organisme. Hal ini sesuai literatur Fessenden dan Fessenden (1995), bahwa secara kasar protein dapat dikategorikan menurut tipe tugas yang dilaksanakan. Protein globular yang membentuk agak bulat karena rantai-rantai melipat bertumpukan. Protein globular larut dalam air dan melakukan berbagai fungsi dalam suatu organisme.
Pada percobaan reaksi biuret, larutan albumin dicampurkan dengan NaOH 2 N dan CuSO4 0,1 N akan menghasilkan gumpalan birun (mengkristal) yang menunjukkan adanyagugusan asam amino dan albumin pada telur mudah dikristalkan. Hal ini sesuai dengan literatur Poedjadi (1994), bahwa banyak protein yang telah dapat diperoleh dalam bentuk kristal, mskipun demikian proses kristalisasi untuk berbagai jenis protein tidak selalu sama, artinya ada yang dengan mudah dapat terkristalisasi, tetapi ada pula yang sukar.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi sifat-sifat protein adalah protein tidak dapat larut dalam basa atau asam, dapat menggumpal jika ditambahkan alkohol dan jika dipanaskan tetapi bila didinginkan maka akan membentuk gel yang umumnya bersifat elastis (kenyal) dan tidak dapat kembali menjadi sol. Sifat yang unik dari protein yaitu sebagai pembawa gugus penting seperti oksigen, lipid dan sebagai cairan dalam tubuh.
Diketahui bahwa protein mempunyai fungsi yaitu:
a. Sebagai sumber bahan bakar dalam tubuh.
b. Sebagai sumber energi.
c. Sebagai zat pembangun dan pengatur.
d. Sebagai zat yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan.
Sifat suatu protein dapat ditentukan oleh sifat-sifat asam amino yang menyusunnya karena asam amino bersifat ampoter dan molekul asam amino bersifat/ menunjukkan sifat sebagai ion zwitter, maka protein bersifat ampoter dan ion zwitter.
Sifat-sifat asam amino yaitu:
• Bersifat optis aktif (mengikat 4 gugus).
• Bersifat ampoter (bersifat basa dan asam sekaligus).
• Bersifat ion zwitter (bisa bermuatan positif dan negatif dalam air).
Protein dapat diklasifikasikan/ dibagi berdasarkan atas:
a. Kelarutan
b. Bentuk keseluruhan
1. protein globular
2. protein fibrosa
c. Fungsi
d. Sifat-sifat fisik
e. Struktur 3 dimensi


KESIMPULAN

1. Pada reaksi biuret, albumin yang direaksikan dengan NaOH ditambahkan CuSO4 akan menghasilkan gumpalan biru.
2. Pada reaksi xantoprotein larutan albumin yang direaksikan dengan NH4OH menghasilkan gumpalan yang berwarna kuning.
3. Pada reaksi molish, albumin telur puyuh yang direaksikan dengan reagent molish ditambahkan HNO3 65 % akan menghasilkan atau timbul gelembung seperti air mendidih, telur sedikit menggumpal berwarna kuning kecoklatan dan ada basa.
4. Urine yang direaksikn dengan asam asetat (CH3COOH) menghasilkan larutan yang tidak menggumpal sehingga dapat dikatakan pada urine tersebut tidak mengandung protein.
5. Kasein yang ditambahkan dengan NaOH 0,1 N menghasilkan gumpalan atau endapan putih.


DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, B. E. 1991. Biochemistry Mecanism of Metabolism. Mc Graw Hill Book Company. New York.
Fessenden, R. J dan S. Fessenden. 1995. Kimia organik. Jilid 2. Diterjemahkan oleh Aloysius Hadyana Pudjaatmaka. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Lakitan, B. 2004.Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Murray, R.K; D.K. Grauner; A.P. Grauner, Maye and V.W. Rod Well.1996. Harpers Biochemistry, 24¬¬¬¬¬th Edition. Pretice-hall International Inc. London.
Ottoway, J. H and O. K. Apps.1994. Brochemismetry Fourth Editon. The English Book Society and Boilere Tindall. Combedge.
Poedjadi, A.1994.Dasar-Dasar Biokimia. UI Press. Jakarta.
Sastroharmidjo, H. 2005.Kimia Organik, Sytreokimia, Karbohidrat, Lemak, dan Protein. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Sulaiman, A. H dan Sinuraya, G. 1994. Biokimia. Untuk Pertanian. USU Press. Medan.
Tjiittrosomo, S. S.1990.Botani Umum. Penerbit Angkasa. Bandung.
Wilbraham, A.C.W dan M. S. Matta. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Diterjemahkan oleh Dennis Staley. ITB-Bandung.

lipid (lemak)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lipid adalah zat organik yang sangat hidrofobik yang berarti bahwa zat – zat tersebut sangat sukar atau sama sekali tidak larut dalam air. Di dalam sel terdapat bermacam jenis lipid tiogari tetapi kita akan memusatkan perhatian kita pada tiga golongan yaitu lemak, fosfolid, dan steroid. Molekul lemak terdiri atas empat bagian : satu molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak. Tiap asam lemak terdiri atas rantai hidrokarbon dengan gugus karboksil di ujungnya. Molekul gliserol mempunyai tiga gugus hidroksil (-OH) dan tiap gugus hidroksil ini dapat mengadakan interaksi dengan gugus karboksil asam lemak (Willey, 2000).
Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasilgliserol, kedua istilah ini berarti “triester (dari) gliserol”. Perbedaan antara suatu lemak dan suatu minyak bersifat sebarang: pada temperature kamar lemak berbentuk padat dan minyak bersifat cair. Sebagian besar gliserida pada hewan adalah berupa lemak, sedangkan gliserida dalam tumbuhan cenderung berupa minyak, karena itu biasa terdengar ungkapan lemak hewani (lemak babi, lemak sapi) dan minyak nabati (minyak jagung, minyak bunga matahari) (Fessenden dan Fessenden, 1999).
Lemak merupakan komponen utama dari membran sistem kehidupan. Dua tipe lemak yang dapat tersaponifikasi dalam membran memiliki suatu gugusan fosfat dalam strukturnya dan dengan demikian disebut sebagai fosfolipid. Salah satu jenis yang memilki gliserol sebagai senyawa induk (fosfogliserida) dan yang lain memilki sfingosin(sfingolipid) (Armstrong, 1995).
Seperti karbohidrat, lipid juga tesusun dari atom atom karbon, hidrogen, dan oksigen tatapi lemak selalu memiliki porsi asam hifrogrn yang lebih banyak disbanding pada molkeul karbohidrat. Lemak disintesis dari glioseol dan san – asam lemak Di dalam sel glisrol disintesis dari glukosa . Asam lemak yang palinmg sederhana adalah asam asetat. Gugus asam lemak (-COOH) merupakan ciri dari molekul asam –asam organik (Lakitan, 2004).
Pengertian Lipid atau lemak secara umum ialah kelompok zat atau organik yang jika disentuh dengan ujung – ujung jari akan terasa berlemak. Tidak zat atau senaywa yang berlemak dibicarakan di dalam biokimia. Ada kelompok senyawa berlemak yang tidak berfungsi biologi yaitu kelompok lipid petrol oli mesin, oli pelumas, dan gemuk mesin. Kelompok petrol tersebut akan dibicarakan biokimia (Hawab, 2005).

Tujuan Percobaan

- Untuk mengetahul sifat – sifat lipid secara kualitatif.
- Untuk membedakan antara lemak dan minyak.
Kegunaan Penulisan
- Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti praktikal di Laboratorium Biokomia Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

TINJAUAN PUSTAKA

Lemak dicirikan dengan ketidaklarutannya didalam air dan kelarutannya di dalam pelarut organik, benda fisik, yang merefleksikan hidrophobiknya, hidrokarbon alami. Lipid meliputi senyawa – senyawa heterogen, termasuk lemak dan minyak. Klasifikasi Lipida dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Lipid sederhana
b. Lipid Majemuk
c. Lipid Turunan
(Conn and Stumpf, 1963).
Ciri khusus dari zat atau senyawa lipid ialah tidak larut dalam air, tetapi dalam pelarut – pelarut lemak, yaitu cairan pelarut nonpolar seperti alkohol, khloro eter, aseton, dan sebagainya. Sifat lipid yang tidak larut dalam air mengakui kurang menarik untuk diteliti karena selain nilai ekonomi pelarut lipid tersebut juga ada sifat fisik lain yang tidak menguntungkan yaitu mudah terbakar. Sifat lipid sukar dimurnikan atau dikristalkan walaupun biomolekul lipid tidak sesukar atau serumit karbohidrat atau protein (Hawab, 2005).
Istilah Lipida meliputi senyawa – senyawa heterogen termasuk lemak dan minyak umum dikenal di dalam makanan, malam, fosfolipida, sterol, dan ikatana lain sejenis terdapat di dalam makana dan tubuh manusia. Lipida mempunyai sifat yang sama larut dalam pelarut nonpolar, seperti etanol, eter, kloroform dan benzena. Klasifikasi lipida yang penting dalam ilmu gizi menurut komposisi kimia adalah sebagai berikut :
a. Lipid sederhana
1. Lemak netral = monogliserida, digliserida dan trigliserida (ester asam lemak dengan gliserol).
2. Ester asam lemak dengan alcohol berberat molekul tinggi
b. Lipid majemuk
1. Fosfolipida
2. Lipoprotein
c. Lipid turunan
1. Asam lemak
2. Sterol
(Almatsier, 2001).
Lipid sederhana dapat dibagi 2 golongan yaitu ester lemak dan gliserol dan ester asam lemak. Lipid majemuk berupa ester asam lemak dengan alcohol yang mengandung gugus contohnya fosfolipida, serebrosida (glikolipida0, sulfolipida, aminolipida, protein. Lipid Turunan merupakan hasil hidrolisis kelompok yang telah disebut terdahulu. Termasuk kedalam golongan ini ialah asam lemak, gliserol, steroid, alkohol, aldehida, dan keton. Asam lemak merupakan senyawa pembangun berbagai lipida, termasuk lipida sederhana, fosfogliserida, glikolipida, ester kolesterol, lilin, dan lain – lain. Telah diisolasi lebih dari 70 macam asam lemak dari berbagai sel dan jaringan. Semuanya berupa rantai hidrokarbon dengan ujungnya berupa gugus karboksil. Rantai ini bisa jenuh atau bisa juga mengandung ikatan rangkap (Girindra, 1993).
Fosfolipida terdapat dalam tiap sel hidup, dibentuk di dalam hati dan menempati urutan ke 2 kandungan lipida dalam tubuh. Fosfolipida merupakan trigliserida di mana asam lemak pada posisi karbon ketiga ditempati oleh gugus fosfta dan gugus basa mengandung nitrogen. Gugus basa pada fosfolipida menentukan nama fosfolipida tersebut. Sebagai contoh, fosfatidikolin (lesitin) mempunyai gugus kolin, sedangkan fosfatidilserin mempunyai gugus serin sebagai gugus basanya(Fessenden and Fessenden, 1999).
Lipid adalah bentuk yang digunakan untuk menggambarkan kelompok yang besar dan substansi besar yang merupakan kelas dari komponen jaringan dan pentingsebagai bahan makanan. Walaupun kita termasuk komponen grup yang cukup tidak berhubungan di strukturnya, waalaupun begitu mereka melakukan bersama karena mereka memiliki beberapa karakteristik kelarutan (Harrow and Mazur, 1964).
Salah satu kelas dari lipid adalah – saponifikasi lipid – terdiri dari komponen yang molekulnya memiliki satu atau lebih grup yang dapat menghidrolisis atau saponifikasi. Sejumlah famili di kelas ini, termasuk lilin, fosfolipid, dan glikolipid. Kelas lipid yang lain – nonsaponifikasi lipid – kekurangan grup yang dapat menghidrolisis atau saponifikasi. Steroid termasuk banyak hormon sex di kelas ini (Wiley and Sons, 1983).


BAHAN DAN METODE

Bahan :

- Buah sawit mentah
- Buah sawit masih di tandan
- Berondol sawit
- CPO
- Minyak jagung
- Minyak jelantah
- Minyak curah
- Minyak bimoli
- Aquadest

Bahan Kimia

- Alkohol 95 %
- Alkohol 96 %
- NaOH 2N dan 0,1N
- FeCl3 5%
- Na2CO3 0,5%
- Phenolphtalein 1%

Alat

- Pipet tetes
- Pipet Skala
- Beaker Glass
- Tabung Reaksi
- Hot Plate
- Gelas ukur
- Timbangan
- Labu Erlenmeyer

Prosedur Percobaan

A. Hidrolisis Lemak
- Diambil 2 ml minyak / lemak dan 2 ml air kemudian masukkan dalam tabung reaksi pyrex.
- Diletakkan dalam beaker glass yang berisi air, panaskan hingga mendidih selama 30 menit.
- Diangkat dan didinginkan
- Diamati terbentuknya gliserol pada tabung reaksi dengan ditandai terjadinya pemisahan dan terbentuknya warna merah yang menandakan gliserol kasar.
B. Daya emulsi
- Diambil tabung reaksi dengan 1 cc minyak.
- Ditambahkan aquadest 2 cc kemudian ditetEsi dengan 8 tetes Na2CO3 0,5%.
- Dikocok dan diamati perubahan yang terjadi.
C. Uji kelarutan
- Diambil 4 buah tabung reaksi dan diisi masing – masing dengan 2 ml minyak / lemak.
 Tabung reaksi 1 diisi dengan heksan 2 ml
 Tabung reaksi 2 diisi dengan alcohol 96%
 Tabung reaksi 3 diisi dengan kloroform 2ml
 Tabung reaksi 4 diisi air 2 ml
- Semua tabung dikocok kuat dan amati kelarutan nya.
D. Reaksi Oksidasi
- Diambil 1 tabung reaksi diisi dengan 3 cc minyak.
- Ditambahkan dengan aquadest 3 cc, NaOH 2N 3cc dan FeCl3 5% 2 cc.
- Dikocok dan dipanaskan 15 menit dalam pemanas air / hot plate.
- Diamati perubahan yang terjadi dengan mencium bau.
E. Penentuan Asam Lemak Bebas
- Diaduk bahan dengan rata untuk cairan, sedangkan untuk bahan padat (berondol sawit) minyak / lemak terlebih dahulu diekstrak dengan diperas lalu diaduk rata.
- Ditimbang sebanyak 28 gram dalam Erlenmeyer 250 ml.
- Ditambahkan alkohol sebanyak 95% 50 ml dan diaduk lalu dipanaskan hingga mendidih, dan diangkat cepat.
- Didinginkan dan ditambahkan 2 ml indikator phenolphthalein (PP)1%
- Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1N hingga warna berubah menjadi merah jambu permanen (tidak hilang selama 30 detik.
AlB(%)= ml NaOH X N NaOH X Berat molekul as.lemak x 100%
Berat contoh x 1000

BM asam lemak dominan untuk kelapa sawit (palmitat) = 256

BM asam lemak dominan untuk lemak sapi (stearat) = 284


HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

No Bahan Pereaksi Observasi Keterangan
1 HIDROLISIS
2 ml minyak curah 2 ml AIR Berwarna kuning pucat Dipanaskan saat mendidih selama 30’
2 ml minyak bimoli Bening (seperti air)
2 ml minyak jelantah Berwarna merah bata
2 ml minyak jagung Berwarna putih keruh
2 ml CPO Berwarna Orange
2 Emulsi
2 ml minyak curah 2 cc Aquadest
+
8tetes Na2CO3,5%
Sedikit Kocok
2 ml minyak bimoli Banyak
2 ml minyak jelantah Sedikit
2 ml minyak jagung Sedikit
2 ml CPO Banyak
3 Uji Kelarutan
A. 2 ml minyak curah 2 ml Heksana Larut Dikocok kuat
2 ml minyak bimoli Larut
2 ml minyak jelantah Larut
2 ml minyak jagung Larut
2 ml CPO Larut
B. 2 ml minyak curah 2 ml alkohol Tidak larut Dikocok kuat
2 ml minyak bimoli Tidak Larut
2 ml minyak jelantah Tidak Larut
2 ml minyak jagung Tidak Larut
2 ml CPO Tidak Larut
C. 2 ml minyak curah 2 ml kloroform Larut Dikocok kuat
2 ml minyak bimoli Larut
2 ml minyak jelantah Larut
2 ml minyak jagung Larut
2 ml CPO Larut
D. 2 ml minyak curah Air Tidak larut Dikocok kuat
2 ml minyak bimoli Tidak Larut
2 ml minyak jelantah Tidak Larut
2 ml minyak jagung Tidak Larut
2 ml CPO Tidak Larut
4 Reaksi Oksidasi
2 ml minyak curah 2 cc Aquadest +
3 cc NaOH 2 N
+
2 cc FeCl3 5%
Tidak berbau
2 ml minyak bimoli Tidak Berbau
2 ml minyak jelantah Tidak Berbau
2 ml minyak jagung Tidak Berbau
2 ml CPO Tidak Berbau

PERHITUNGAN ALB :

NO Bahan Jumlah As.lemak bebas
1 Buah mentah 1.48
2 Buah masih di tandan 1.17
3 Berondol 1.95
4 CPO 0.92
5 Minyak curah 3.584
6 Minyak jagung 2.256
7 Minyak jelantah 2.048
8 Minyak Bimoli 1.024

Perhitungan
AlB(%)= ml NaOH X N NaOH X Berat molekul as.lemak x 100%
Berat contoh x 1000

Minyak Curah ALB(%): 0,7 X 0,1 X 256 X 100%
5 gr x 1000
: 3,584%
Minyak Bimoli : 0,2 x 0,1 x 256 x 100%
5 gr x 1000

: 1,024%

Minyak Jagung : 0,4 x 0,1 x 282 x 100%
5 gr x 1000

: 2,256%

Minyak Jelantah : 0,4 x 0,1 x 256 x 100%
5 gr x 1000

: 2,048%

CPO : 1,8 X 0,1 X 256 X 100%
5 gr x 1000

: 0,92%

Buah mentah : 2,9 x 0,1 x 256 x 100%
5 gr x 1000

: 1,48%

Buah ditandan : 2,3 x 0,1 x 256 x 100%
5 gr x 1000

: 1,17%

Buah berondol : 3,8 x 0,1 x 256 x 100%
5 gr x 1000

: 1,95%

Reaksi

H2C – O – C17H35
|
H – C – O - C17H37 + CHCL  Larut
|
HC – O – C17H37


H2C – O – C15H33
|
H – C – O - C15H33 + CHCL3  Larut
|
HC – O – C15H33


H2C – O – C17H35
|
H – C – O - C17H35 + C2H5O4 
|
HC – O – C17H35


H2C – O – C17H35
|
H – C – O - C17H35 + C6H14  larut
|
HC – O – C17H35


H2C – O – C17H35
|
H – C – O - C17H35 + H2O 
|
HC – O – C17H35


H2C – O – C15H33
|
H – C – O - C15H33 + H2O 
|
HC – O – C15H33


PEMBAHASAN

Dari hasil percobaan diketahui bahwa Lipid memiliki klasifikasi tersendiri, hal ini sesuai dengan pernyataan Conn and Stumpf (1963) yang menyatakan bahwa istilah lipid meliputi senyawa – senyawa heterogen, termasuk lemak dan minyak. Klasifikasi Lipida dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Lipid sederhana
b. Lipid majemuk
c. Lipid Turunan
Dari hasil percobaan diketahui bahwa sifat lipid tidak larut dalam air tetapi larut dalam satuan pelarut organik misalnya eter, aseton, dan alkohol. Hal ini disebabkan ketiga senyawa tersebut adalah senyawa non polar sehingga senyawa dapat laut dalam larutan ini. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lehninger (1988) yang menyatakan bahwa lipid adalah semyawa organk yang tidak larut di dalam air, yang terdapat diekstrak sel dan jaringan oleh pelarut non polar seperti kloroform dan eter.

KESIMPULAN

1. Minyak jelantah direaksikan dengan 2 ml air dan dipanaskan selama 30 menit akan menghasilkan warna coklat.
2. Minyak bimoli direaksikan dengan 2 cc aquadest dan 8 tetes Na2CO3 0,5% kemudian dikocok maka larutan dan minyak akan terpisah.
3. Minyak curah direaksikan dengan 2 ml alkohol maka tidak larut.
4. Minyak jelantah direaksikan dengan 2ml heksana maka akan larut.
5. Minyak Jagung direaksikan dengan 2 ml kloroform maka akan larut.


DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, J. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Armstrong, F. B. 1995. Biokimia edisi ketiga. Penerbit Buku Kedokteran.
Conn, E. C and P.K. Stumpf. 1963. Biochemistry. John Willey and sons Inc. Sidney
Fessenden, J. R. and Fessenden, J. S. 1998. Kimia Organik Jilid II. Erlangga. Jakarta.
Girindra, A. 1993. BIOKIMIA 1. Penerbit Gramedia. Jakarta
Harrow, B. and Mazor, A. 1964. Biochemistry eight edition. W.B.SoUNDERS Camp. London
Hawab, H.M. 2005. Pengantar Biokimia. Edisi Revisi. Bayumedia. Medan.
Lakitan, B. 2004. Dasar – dasar Fisiologi Tumbuhan. PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Tjitrosomo, H. S. S. 1990. Botani Umum 2. Penerbit Angkasa. Bandung
Willey, J. and sons. 1983. Elements of general and Biological Chemistry Seventh edition. New York.

karbohidrat

PENDAHULUAN
Pendahuluan
Karbohidrat atau arang adalah zat gizi yang fungsi utamanya sebagai penghasil enersi, dimana setiap gramnya menghasilkan 4 kalori, walaupun lemak menghasilkan enersi lebih besar, namun karbohidrat lebih banyak di konsumsi. Karbohidrat banyak di temukan pada serelia ( beras, gandum, jagung, kentang, dan sebagainya ) ( Library USU , 2007 ).

Karbohidrat tersususun dari 3 jenis unsur, yakni karbon, hidrogen, dan oksigen. Rumus umum karbohidrat adalah ( CH2O )n contoh senyawa karbohidrat adalah gula, pati dan selulosa satuan unit terkecil penyusun karbohidrat adalah monosakarida, atau disebut dengan gula sederhana yang hanya mengandung 3 sampai 7 atom hidrogen ( Lakitan, 1994 ).


Karbohidrat terbentuk pada saat prose fotosintesis, sehingga merupakan senyawa perantara awal dalam pengaturan CO2 hidrogen dan oksigen dan cahaya matahari kedalam bentuk hayati. Karbohidrat didefenisikan sebagai polihidroksi aldehid dan keton beserta turunannya. Karbohirat dapat di golongkan ke dalam monosakarida, olgosakarida, dan polisakarida. Karbohidrat merupakan hidrat suatu karbon Cx (H2O)y berupa polihidroksi aldehid dan keton (Dydra, 2007 ).

Karbohidarat dikelompokkan menjadi tiga kelompak yakni: monosakarida besrta turunannya, oligosakarida, serta polisakarida higrokopis karbohidrat berpariasi pada struktur isomer dan kemurniannya sedangkan solubilitas karbohidrat akan halnya karbohidrat lengket satu sama lain ( Pangan Plus, 2007 ).

Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui sifat-sifat karbohidrat (monosakarida, disakarida dan polisakarida) secara kualitatif.

Kegunaan Percobaan
- Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium Biokimia, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.











TINJAUAN PUSTAKA
Semua jenis karbohidrat, baik monosakarida, disakarida, maupun polisakarida, akan berwarna merah – ungu bila larutannya di campur dengan beberapa tetes larutan α-naftol. Dalam alkohol dan di tambahkan asam sulfat pekat, sehingga tidak bercampur. Warna ungu akan tampak pada bidang batas antara kedua cairan. Sifat ini di pakai sebagai dasar uji kualitatif adanya karbohidrat dalam suatu bahan dan di kenal dengan uji molisch ( Yazid, 2006 ).
Makro molekul senyawa organik berkerangka rantai hidrokarbon. Secara kimiawi, karbohidrat adalah suatu poli hidroksi aldehida atau polihidroksi aseton. Suatu senyawa karbohidrat biasanya di akhiri dengan kata sakarida yang berarti gula ( bahasa Yunani ) atau dengan kata osa ( Hawab, 2004 ).
Secara kimiawi monosakarida terdiri dari polihidroksi aldehid dan polihidroksi keton dan akan dibahas keturunannya. Semua monosakarida sederhana mempunyai satu rumus empiris umum ( CH2O )n, dimana n adalah satu bilangan penuh berkisar 3 sampai 9 dengan mengabaikan nomor atau jumlah karbon, semua monosakarida dapat dikelompkkan ke dalam salah satu dari dua kelas umum ( Bohinsky, 1973 ).
Kelas umum dari molekul-molekul biologi adalah karbohidrat atau sakarida. Karbohidrat adalah polyfunctional campuran-campuran yang masing-masing karbohidrat mempunyai rumus empiris CH2O yang di peroleh dari satu campuran yang mempunyai rumusan ini ( Boikes and Edelson, 1978 ).
Semua jenis karbohidrat terdiri atas unsur-unsur carbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) perbandingan antara hidrogen dan oksigen pada umumnya adalah 2:1 seperti halnya air. Oleh kartena ini diberi nama karbohidrat. Dalam bentuk sederhana formulasi karbohidrat adalah CnH2nOn hanya heksosa ( 6 atom karbon ) serta pentosa ( 5 atom karbon ) dan polimernya memegang peranan penting dalam ilmu gizi ( Hawab, 2004 ).
Struktur siklik yang beranggotakan 5 atau 6 karbon strukturnya menjadi lebih kompleks dengan adanya atom karbon asimetris pada molekul tersebut yang menyebabkan molekul bersifat optis aktif, yaitu mampu memutar bidang cahay terpolarisasi pada karbohidrat dijumpai juga ke isomeran optik, yaitu molekul-molekul yang komposisinya identik tapi berbeda orientasinya dalam ruang dan keaktifan optiknya. Monosakarida atau gula sederhana dapat dengan mudah digabungkan menjadi polisakarida yang mengandung beberapa unit sampai beberapa ribu unit monosakarida ( Dydra, 2007 ).
Fungsi utama karbohidrat dalam metabolisme adalah sebagai bahan bakar untuk oksidasi dan menyediakan energi untuk proses metabolik lain. Dalam peran ini karbohidrat di pegunakan oleh sel terutama dalam bentuk glukosa. 3 monosakarida utama yang di hasilkan dari proses pencernaan adalah glukosa fruktosa dan galaktosa ( Martin,dkk, 1992 ).
Larutan fehling A adalah larutan CuSO4 dalam air sedangkan larutan fehling B adalah larutan garam KN atartrat dan NaOH dalam air. Dengan larutan gula 1%, pereaksi fehling menghasilkan endapan berwarna merah bata, sedangkan apabila di gunakan larutan yang lebih encer misalnya larutan glukosa 0,1% endapan yang terjadi berwarna hijau kekuningan. Pereaksi benedict lebih banyak di gunakan untuk pemeriksaan glukkosa dalam urine daripada pereaksi fehling karena beberapa alasan pereaksi ini terdiri atas larutan kupri asetat dan asam asetat dalam air. Dan digunakan untuk membedakan anatara monosakarida dan disakarida. Monosakarida dapat mereduksi lebih cepat dari pada disakarida. Jadi Cu2O terbentuk lebih cepat oleh monosakarida dari pada oleh disakarida ( Poedjiadi, 1994 ).


















BAHAN DAN METODA

Bahan

- Sukrosa [C12H22O11]
- Galaktosa [C6H12O6]
- Dextrin Cn(H2O)n
- Pati singkong
- Pati jagung
- Pati pulut
- Pati beras
- Pisang

Bahan Kimia

- Reagent Molisch [C6H10O]
- Reagent Benedict [Cu(NO3)2]
- Reagent Tollens [Cu(CH3CuOH)2]
- Reagent Fehling [CuNO3]
- Asam sulfat (H2SO4)
- Air (H2O)

Alat


- Tabung reaksi
- Rak tabung
- Pipet tetes
- Pipet skala
- Alat pemanas
- Beacker glass
- Erlenmeyer
- Serbet
- Penjepit tabung
- Korek api
- Bunsen
- Buku data
- Alat tulis

Prosedur

1. Uji molisch
a. Diambil 3 tabung reaksi
- Tabung I diisi 2cc sukrosa 1%
- Tabung II diisi 2cc galaktosa 1%
- Tabung III diisi 2cc dextrin 1%
b. Ditambah 1cc reagent mollisch pada masing-masing tabung
c. Ditambah H2SO4 98% dengan cara reaksi dinding
d. Diamati perubahannya
2. Uji Benedict
a. Diambil 3 tabung reaksi
- Tabung I diisi 2cc sukrosa 1%
- Tabung II diisi 2cc galaktosa 1%
- Tabung III diisi 2cc dextrin 1%
b. Ditambah 1cc reagen benedict pada masing-masing tabung
c. dipanaskan selama 2 menit
d. Diamati perubahannya
3. Uji Fehling
a. Diambil 5 tabung reaksi
- Tabung I diisi 2cc sukrosa 1%
- Tabung II diisi 2cc galaktosa 1%
- Tabung III diisi 2cc dextrin 1%
- Tabung IV diisi 2cc fruktosa 1%
- Tabung V diisi 2cc laktosa 1%
b. Ditambahkan 1cc reagent fehling pada masing-masing tabung
c. Dipanaskan selama 5 menit
d. Diamati perubahannya
4. Uji Cermin Perak untuk Gula Aldosa

a. Diambil 3 tabung reaksi
- Tabung I diisi 2cc sukrosa 1%
- Tabung II diisi 2cc galaktosa 1%
- Tabung III diisi 2cc dextrin 1%
b. Ditambahkan 1 ml reagen Tollens pada masing-masing tabung lalu dikocok
c. Dipanaskan dipenangas air/hot plate/air mendidih selama 10 menit
d. Diamati terbentuknya cermin perak

5. Uji Perbedaan Amilosa dan Amilopektin
a. Diambil 4 tabung reaksi
- Tabung I diisi pati singkong
- Tabung II diisi pati jagung
- Tabung III diisi pati pulut
- Tabung IV diisi pati beras
b. Ditetesi dengan larutan iodin 0,01 N
c. Diamati perubahan warna yang terjadi
6. Pemeriksaan Glukosa pada Urine Penderita Diabetes Melitus
a. Diambil 4 tabung reaksi
b. Diisi masing-masing tabung dengan 2 ml urine yang mengandung glukosa
c. Dilakukan percobaan uji molish, uji benedict, dan uji fehling
d. Dibandingkan hasil percobaan satu sama lainnya
7. Adanya Karbohidrat
a. Dihancurkan pisang, lalu ditambahkan air dan diambil filtratnya
b. Ditambahkan 1 cc filtrat pisang dan tambahkan reagen benedict
c. Dikocok dan dipanaskan
d. Dilakukan obeservasi visual








HASIL DAN REAKSI

Hasil

NO
Bahan
Pereaksi
Observasi visual
keterangan
1
2cc galaktosa
1cc reagent mollisch dan H2SO4 98%
Terbentuk cincin ungu
Reaksi dinding
2cc Sukrosa
2cc Dextrin
2
2cc galaktosa
1cc reagent Benedict
Orange
Dengan pemanasan                5 menit
2cc Sukrosa
Biru kehitaman
2cc Dextrin
Hitam keorangean
3
2cc galaktosa
1cc Reagent fehling
Larutan Biru bening
Dengan pemanasan               5 menit
2cc Sukrosa
2cc Dextrin











Reaksi
a. Uji molisch




Hidroksi metil furfural
( Cincin ungu )


Sukrosa Hidroksi metil furfural
(Cincin ungu)



Dextrin
+ (H2O)n



b. Uji Benedict




+ Cu(NO3)2 Cu2O +
R. Benedict Endapan
Merah bata








d. Uji Fehling











PEMBAHASAN

Pada percobaan Reagen molish diperoleh pengamatan bahwa ketiga sakarida membentuk cincin ungu. Hal ini dikarenakan kondensasi karbohidrat oleh reagen molish, dan karena adanya reaksi dihidro dengan H2SO4 atau asam sulfat. Hal ini sesuai dengan literatur Yazib ( 2006 ) yang menyatakan bahwa semua jenis karbohidrat baik monosakarida, polisakarida akan berwarna merah-ungu bila larutannya dicampur beberapa tetes larutan α naftol. Dalam alkohol ditambahkan H2SO4 ( Asam sulfat ) sehingga tidak bercampur. Warna ungu akan tampak pada bidang atas antara kedua cairan yang menandakan adanya karbohidrat suatu bahan.
Dari hasil percobaan karbohidrat yang di tambah dengan R fehling memberikan warna biru bening. Seharusnya bila di beri dengan R fehling menghasilkan warna merah bata, tetapi dari hasil memberikan warna larutan biiru bening. Hal ini ini bisa saja disebabkan oleh konsentrasi dari bahan tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur Poedjiadi ( 1994 ) yang menyatakan bahwa dengan larutan glukosa pereaksi menghasilkan endapan berwarna merah bata.
Dari bahan yang di gunakan yaitu glukosa, fruktosa dan galaktosa bersifat optis aktif karena memiliki atom C yang kiral pada atom ke-5. hal ini sesuai dengan literatur Biomolekul ( 2007 ) yang menyatakan bahwa struktur siklik yang beranggotakan 5 atau 6 struktur karbon bersifat optis aktif yaitu mampu memutar bidang cahaya terpolarisasi pada karbohidrat.
Dari praktikum yang telah dilalui kita tahu adanya bpembagian karbohidrat menurut jumlah karbon. Hal ini sesuai dengan literatur Pangan Plus ( 2007 ) yang menyatakan bahwa karbohidrat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu monosakarida disakarida ( gabungan monosakarida ) dan polisakarida.





















KESIMPULAN

1. Karbohidrat yang diberi reagen molisch dan penambahan H2SO4 menghasilkan cincin ungu
2. Sukrosa yang di tambah dengan reagen benedict menghasilkan warna biru pekat
3. Karbohidrat yang di tambah dengan reagen fehling lalu di panaskan menghasilkan warna biru bening
4. Reagen benedict di campur dengan galaktosa lalu di panaskan menghasilkan endapan orange
5. Pisang ditambah dengan reagen Benedict menghasilkan warna hijau


DAFTAR PUSTAKA
Biomolekul, 2007. karbohidrat. www.dydra.com/karbohidrat_ Biomolekul /2007-11-15

Bohinski, R.C., 1973. Modern Concepts In Biochemistry, Third Edition. Allyn and Bacon, Inc, London.

Boikess, R.S and G. Edelson. 1978. Chemical Principles. Harper International Edit, London.

Hawab, H. M., 2004. Pengantar Biokimia. Bayumedia, Jakarta.

Lakitan, B., 1994. Dasar – Dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Library,USU. 2007.www.library.USU.id. 6/11/2007.

Martin, D. W.; P. A. Mayes; V. W. Rodwell; an D. K. Granner. 1992. Biokimia Edisi 20 Alih Bahasa Iyan Darmawan. EGC, Jakarta.

Poedjiadi,A. 1994. Dasar – Dasar Biokimia. UI-Press, Jakarta.

Panganplus,2007.Karbohidrat.www.panganplus.com/karbohidrat. 2007

Yazid,E. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia Untuk Mahasiswa Analis. Penerbit Andi, Yogyakarta.