BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Kamis, 17 Juni 2010

MENGHITUNG UMUR TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DENGAN METODE PHYLOTAXIS

PENDAHULUAN
 Latar Belakang
Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting sebagai suatu sumber minyak nabati. Kelapa sawit tumbuh sepanjang pantai barat Afrika dari Gambia ke Angola. Kelapa sawit juga ditanami sampai batas tertentu di tengah daerah hutan hujan di Kongo, Kenya, Indonesia, dan Malaysia. Ada sedikit penanaman di negara Amerika Tengah dan Selatan (Hartmann, et. al., 1981).

Penanaman dan pemilihan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) dimulai sekitar tahun 1920 di Afrika dan Asia (Malaysia dan Sumatera) ketika jenisnya mulai dimanfaatkan untuk minyak nabati secara komersial. Bagaimanapun, dasar keturunan berdasarkan populasi penanaman telah diseimbangkan secara lebih sempit dan memberikan beberapa generasi dalam pembiakannya dan tekanan yang terpilih. Berbagai populasi mempunyai kemampuan saat ini menjangkau derajat tinggi keseragaman. Seluruh dunia, keturunannya diperoleh mula-mula dari empat pohon di Bogor digunakan sebagai induk betina dari material penanaman komersil dan pada suatu palma yang digunakan sebagai induk jantan yang menekankan hal keturunan yang sempit dari kelapa sawit yang sekarang dikembangkan (Rajanaidu, et. al., 1981).

Kelapa sawit tumbuh sebagian besar di pantai barat Malaysia Barat, pada lahan yang sama untuk kelapa. Kelapa sawit juga tumbuh di beberapa lahan dekat pulau yang telah ditemukan cocok untuk kelapa sawit. Kelapa sawit tidak dapat menguntungkan jika tumbuh di semua lahan tetapi hanya pada lahan yang subur. Tanah subur ini termasuk tanah subur di pantai barat. Keuntungan kelapa sawit yang bertumbuh dapat sangat tinggi lebih banyak dibanding kelapa. Satu masalah dalam pertumbuhan kelapa sawit adalah bahwa suatu pabrik sangat mahal diperlukan untuk menyiapkan minyak itu. Kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak:
1.      Minyak berwarna kemerahan yang berasal dari bagian luar dari buah, umumnya dikenal dengan minyak sawit, dan
2.      Minyak tidak berwarna atau pucat yang mirip minyak kelapa sawit yang berasal dari inti atau bagian pusat dari buah yang dikenal sebagai minyak biji-bijian (Kheong, et. al., 1969).

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas terpenting Indonesia. Ekspor minyak sawit di Indonesia naik dari 179.000 ton seharga 24 juta dolar Amerika pada tahun 1969 ke 163 juta ton seharga 717 juta dolar pada tahun 1994. Produksi diharapkan mencapai 67 juta ton pada 1997. 72 juta ton pada tahun 2000 dan 9,9 juta ton pada tahun 2005. Akar dapat ditimbulkan Ganoderma spp. merupakan suatu penyakit yang paling penting dalam kelapa sawit. Di tempat dimana kelapa sawit telah kebanyakan ditanam untuk 3-4 kali menanam lagi, seperti di Sumatera Utara dan Lampung Tengah, populasai berkurang dari 135 pohon/Ha hasil penguraian sampai 40%. Gambaran ini meliputi banyaknya tumbuhan yang sedang terinfeksi tetapi masih berdiri dan memproduksi buah yang lebih sedikit. Menghasilkan kerugian berkaitan dengan infeksi Gonoderma dalam kelapa sawit 1-5% mengurangi pendapatan negara dari 7 juta dolar ke 3,5 juta dolar pertahunnya (Tahardi, dkk, 1974).
Pada saat ini, perkebunan kelapa sawit telah berkembang lebih jauh sejalan dengan kebutuhan dunia akan minyak nabati dan produk industri oleochemical. Produk minyak sawit merupakan komponen penting dalam perdagangan minyak nabati dunia (Pahan, 2006).

Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menghitung umur tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dengan metode phylotaxis.

Kegunaan Percobaan
-          Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium Botani Umum Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
-          Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.


TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Adapun sistematika tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut:
Divisi               :  Spermatophyta
Subdivisi         :  Angiospermae
Kelas               :  Monocotyledoneae
Ordo                :  Palmales
Famili              :  Palmaceae
Genus              :  Elaeis
Spesies            :  Elaeis guineensis Jacq.
                          Elaeis odora (tidak ditanam di Indonesia)
                          Elaeis melanococca (Elaeis oleivera)
(Sastrosayono, 2003).

Menurut Henry (1945) kelapa sawit mempunyai 36 khromosom. Sedangkan menurut Darlington dan Wylie (1956) dan Arasu memiliki 32 khromosom. Tanaman kelapa sawit disebut dengan Elaeis guineensis Jacq.. Elaeis berasal dari Elaien yang dalam bahasa Yunani berarti minyak. Guineensis berasal dari kata Guinea yaitu Pantai Barat Afrika dan Jacq. singkatan dari Jacquin seorang Botanist dari Amerika (Soeharjo, 1984).

Calon akar yang muncul pada biji kelapa sawit yang dikecambahkan disebut radikula, panjangnya 10-15 mm. pertumbuhan radikula mula-mula menggunakan makanan cadangan yang ada dalam endosperm yang kemudian fungsinya diambil alih oleh akar primer (Mangoensoekarjo dan Semangan, 2003).

Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat karena tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier, dan kuartener (Fauzi, dkk, 2004).

Akar primer tumbuh ke bawah dan di dalam tanah sampai batas permukaan air tanah. Sedangkan akar sekunder, tertier dan kuartener tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah, bahkan akar tertier dan kuartener menuju ke lapisan atas atau ke tempat yang banyak mengandung zat hara. Di samping itu akan tumbuh pula akar nafas yang timbul di atas permukaan air tanah atau di dalam tanah dengan aerasi baik. Akar kuartener berfungsi sebagai penyerap makanan, jika tidak terdapat akar-akar rambut. Fungsi utama akar adalah penyangga bagian atas tanaman dan menyerap zat hara (Tim Penulis PS, 1997).

Akar terutama sekali berfungsi untuk (1) menunjang struktur batang di atas tanah, (2) menyerap air dan unsur-unsur hara dari dalam tanah, serta (3) sebagai salah satu alat respirasi. Sistem perakaran kelapa sawit merupakan sistem akar serabut, terdiri dari akar primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Akar primer umumnya berdiameter 6-10 mm. akar primer bercabang membentuk akar sekunder yang diameternya 2-4 mm. akar sekunder bercabang membentuk akar tersier yang diamaternya 0,7-1,2 mm dan umumnya bercabang lagi membentuk akar kuartener (Pahan, 2006).

Pada awal pertumbuhan, bagian bawah tanaman mempunyai bonggol. Ribuan akar primer tumbuh menyebar horizontal atau menghujam ke dalam tanah. Akar sekunder tumbuh dari akar primer. Akar tersier dan kuartier yang paling aktif mengambil air dan har dari dalam tanah (Wahyono, dkk, 1996).

Penyebaran akar tergantung pada kondisi tanah. Sistem perakaran cendurung tumbuh ke arah bawah (geotropis positif) tetapi penembusan selanjatnya dibatasi oleh jeluk permukaan air tanah. Pada tanah yang bertekstur halus, akar memadat, kurang baik bila dibandingkan dengan perkembangan akar pada tanah yang beraerasi baik dan bertekstur longgar. Praktek budi daya kelapa sawit juga memenuhi penyebaran akar, terutama akar-akar pengabsorbsi hara tertier dan kuarter (Sianturi, 1991).

Batang kelapa sawit terdiri dari pembuluh-pembuluh yang terikat secara diskrit dalam jaringan parenkim. Meristem pucuk terletak dekat ujung batang, dimana pertumbuhan batang sedikit agak membesar. Aktivitas meristem pucuk hanya memberikan sedikit kontribusi terhadap jaringan batang karena fungsi utamanya yaitu menghasilakn daun dan infloresen bunga. Seperti umumnya tanaman monokotil, penebalan sekunder tidak terjadi pada batang (Pahan, 2006).

Pembengkakan pangkal batang (bole) terjadi karena internodia (ruas batang) dalam masa pertumbuhan awal tidak memanjang sehiungga pangkal-pangkal pelepah daun yang tebal berdesakan. Bongkol batang ini membantu memperkokoh posisi pohon pada tanah agar dapat berdiri tegak. Dalam satu sampai dua tahun pertama perkembangan batang lebih mengarah ke samping, diameter batang dapat mencapai 60 cm (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003).

Batang kelapa sawit berbentuk silinder debgan diameter 25-75 cm tumbuh tegak lurus dari bonggol. Pohon kelapa sawit dapat mencapai tinggi 20-30 m dengan pertumbuhan meninggi sekitar 35-80 cm/tahun (Wahyono, dkk, 1996).

Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai kambiaum dan umunya tidak bercabang. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan. Tanaman yang masih muda, batangnya tidak terlihat karena tertutup oleh pelepah daun. Pertambahan tinggi batang terlihat jelas setelah tanaman berumur 4 tahun. Tinggi batang bertambah 25-45 cm/tahun. Jika kondisi lingkungan sesuai, pertumbuhan tinggi batang dapat mencapai 100 cm/tahun. Tinggi maksimum yang ditanam di perkebunan antara 15-18 m, sedangkan yang di alam mencapai 30 m dengan pertumbuhan batang tergantung pada jenis tanaman, kesuburan lahan, dan iklim setempat (Fauzi, dkk, 2004).

Batang kelapa sawit tumbuh tegak (phototropi) dibalut oleh pangkal pelepah daun. Bagian bawah umumnya lebih besar (gemuk) disebut bongkol batang atau bowl. Sampai tanaman berumur 3 tahun batang belum terlihat karena masih terbungkus pelepah yang belum ditunas (Soehardjo, 1984).

Karena tanaman yang terlalu tinggi akan menyulitkan pemetikan buahnya, maka perkebunan kelapa sawit menghendari tanaman yang pertambahan tinggi batangnya kecil. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan. Dari segi ekonomis, batang kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi, pulp (bahan baku kertas), bahan kimia, atau sebagai sumber energi (Tim Penulis PS, 1997).

Palma yang terlalu tinggi, sulit memanen hasilnya, maka carilah tanaman yang pendek dengan potensi produksi tinggi melalui persilangan seperti E. guineensis dengan C. oleifera. Batang mengandung sangat banyak serat dengan jarinan pembuluh yang menunjang pohon dan pengangkutan hara (Sianturi, 1991).

Panjang daun kelapa sawit berkisar 5-9 m dengan jumlah anak daun berkisar 125-200 helai dengan panjang 1,2 m. Jumlah daun yang tumbuh setiap tahun adalah antara 20-30 daun                                   (Wahyono, dkk, 1996).

Biasanya tanaman kelapa sawit mempunyai 40 hingga 65 daun, jika tidak dipangkas bisa lebih dari 60 helai. Tanaman kelapa sawit tua membentuk 2-3 daun setiap bulan, sedang yang lebih muda menghasilkan 3-4 daun perbulan. Produksi daun dipengaruhi oleh faktor-faktor: umur, lingkungan, musim, iklim dan genetik. Produksi daun berdasarkan umum pada palma yang terdapat di Afrika adalah sebagai berikut. Produksi daun meningkat sampai dengan umur 6-7 tahun, kemudian menurun pada umur 12 tahun, seterusnya produksi daun tetap berkisar 22-24 daun pertahun (Sianturi, 1991).

Susunan daun tanaman kelapa sawit mirip dengan tanaman kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk. Daun-daun tersebut akan membentuk suatu pelepah daun yang panjangnya mencapai kurang lebih 7,5-9 m. Jumlah anak daun pada tiap pelepah berkisar antara 250-400 helai. Daun muda yang masih kuncup berwarna kurang pucat. Pada tanah yang subur, daun cepat membuka sehingga makin efektif menjalankan fungsinya sebagai tempat berlangsungnya fotosintesa dan juga sebagai alat respirasi (Tim Penulis PS, 1997).

Daun pertama yang keluar pada stadium benih berbentuk lanset (lanceolate), beberapa minggu kemudian terbentuk daun berbelah dua (bifurcate) dan setelah beberapa bulan terbentuk daun seperti bulu (pinnate) atau menyirip. Misalnya pada bibit berumur 5 bulan susunan daun terdiri atas 5 lanset, 4 belah dua, dan 10 berbentuk bulu. Susunan daun kelapa sawit mirip dengan kelapa (nyiur), yaitu membentuk daun menyirip (Mangoensoekarjo  dan Semangun, 2003).

Daun kelapa sawit terdiri dari rachis (pelepah daun); pinnae (anak daun) dan spines (lidi). Panjang pelepah daun bervariasi tergantung varietas dan tipenya serta kondisi lingkungan. Rata-rata panjang pelepah tanaman dewasa dapat mencapai 9 m. pada satu pelepah akan dijumpai 250-400 pinnae (anak daun) yang terletak di kiri kanan pelepah daun dan panjang anak daun yang ditengah dapat mencapai 1,2 m atau lebih panjang dibandingkan anak daun yang letaknya di ujung atau di pangkal. Setiap anak daun terdiri dari lidi dan dua helaian daun (Soehardjo, 1984).

Daun dihasilkan dalam urut-urutan yang teratur. Daun termuda yang sudah mengembang sempurna secara konvensional dinamakan daun nomor satu, sedangkan daun yang masih terbungkus seludang (pupus daun  atau spear leaf) dinamakan daun bernomor nol. Daun-daun yang lebih muda lagi secara berurutan diberikan nomor negatif (-1, -2, dan seterusnya). Keuntungan dari sistem penomoran daun ini yaitu daun yang bernomor sama kira-kira akan mempunyai “umur fisiologis” yang sama. Dengan demikian, daun-daun tersebut pasti berada pada fase yang sama dalam proses inisiasi sampai senescence (Pahan, 2006).

Pada tanah yang subur, daun cepat membuka sehingga makin efektif melakukan fungsinya sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis dan sebagai alat respirasi. Semakin lama proses fotosintesis berlangsung, semakin banyak bahan makanan yang dibentuk (Fauzi, dkk, 2004).

Kelapa sawit sudah mulai berbunga pada umur sekitar 2 tahun. Tanaman ini merupakan tanaman berumah satu, artinya pada satu tanaman terdapat bunga jantan dan bunga betina yang masing-masing terangkai dalam satu tandan. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan rangkaian bunga betina. Setiap satu rangkaian bunga akan muncul dari pangkal pelepah daun
(Tim Penulis PS, 1997).

Rangkaian bunga jantan dihasilkan dengan siklus yang bergantian dengan rangkaian bunga betina, sehingga pembungaan secara bersamaan sangat jarang terejadi. Pada umumnya, di alam hanya berlangsung penyerbukan silang, sedangkan penyerbukan sendiri secara buatan dapat dilakukan dengan menggunakan serbuk sari yang diambil dari bunga jantan dan ditaburkan pada bunga betina (Fauzi, dkk, 2004).

Inisiasi bunga terjadi pada palma dewasa yaitu 33-34 bulan sebelum penyerbukan, bisa menjadi tandan bunga jantan dan betina. Ada juga yang tidak berdeferensiasi menjadi jantan atau betina, tetapi membentuk tandan bunga banci (hermaprodit). Jenis kelamin bunga kelapa sawit ditentukan ketika terbentuknya kuncup bunga kecil yaitu 20 bulan sebelum nampak pada tanaman. Ini bervariasi menurut kondisi lingkungan (Sianturi, 1991).

Infloresen dibedakan berdasar morfologi spikelet. Walaupun infloresen digolongkan sebagai “jantan” dan “betina”, kenyataannya infloresen betina juga menghasilkan bunga-bunga jantan; sedangkan infloresen jantan biasanya mempunyai beberapa bunga betina pada bagian dasar spikelet (Pahan, 2006).

Pada setiap ketiak daun tumbuh bunga baik bunga jantan, bunga betina maupun banci. Bunga betina terdiri dari ribuan bunga yang setelah penyerbukan menjadi tandan yang memiliki bunga berkisar 500-20000 buah. Bunga menjadi tandan buah yang produktif pada umur tanaman 3 tahun dan terus berproduksi sekitar 13 tandan/tahun sampai umur puluhan tahun. Namun umur ekonomi tananan kelapa sawit adalah 25 tahun dengan pertimbangan peningkatan biaya panen dan pemeliharaan dengan bertambahnya umur atau ketinggian tanaman yang tidak sebanding dengan produksi yang dihasilkan (Wahyono,  dkk, 1996).

Buah disebut juga fructus. Pada umumnya tanaman kelapa sawit yang tumbuh baik dan subur sudah dapat menghasilkan buah serta siap dipanen pertama pada umur sekitar 3,5 tahun jika dihitung mulai dari penanaman biji kecambahan di pembibitan. Namun, jika dihitung mulai penanaman di lapangan maka tanaman terbuah dan siap panen pada umur 2,5 tahun. Buah terbentuk setelah terjadi penyerbukan dan pembuahan (Fauzi, dkk, 2004).

Secara botani, buah adalah “sessile crupe” yang tertekan di sekitar bijinya. Perikarp adalah serat yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan terdiri atas lapisan pelindung luar atau eksokarp, dan mesokarp yang berserat dan mengandung cairan banyak. Biji terdiri atas cangkang yang tebalnya berkaitan dengan komposisi genetik bahan induknya. Embrio terdapat dalam inti sawit. Inti ini mengandung minyak bermutu tinggi. Sebelum masak buah berwarna kehitam-hitaman, dan menjadi agak merah bila matang karena bertambahnya karotein pada perikarp. Buah sawit yang demikian dikenal sebagai nigrescens. Ada dua tipe bahan dasar yang lazim digunakan dalam pemuliaan kelapa sawit yaitu
a.       Dura: kebanyakan dura yang terdapat di Timur jauh berasal berasal dari 4 pohon sawit pertama yang ditumbuhkan di Kebun Raya Bogor, dan lebih unggul dari Afrika. Dura banyak digunakan sebagai induk betina dalam program pemuliaan.
b.      Pisifera: pisifera biasanya disebut sebagai betina steril karena sebagian besar tandannya mengalami aborsi. Jadi pisifera tidak dapat digunakan sebagai bahan untuk pertanaman komersial, tetapi digunakan sebagai induk jantan.
c.       Tenera: tipe inilah yang paling banyak ditanam pada perkebunan dengan skala besar-besaran di Malaysia sejak 1960 dan di Indonesia tahun 1970
(Sianturi, 1991).

Buah kelapa sawit yang disebut juga Tandan Buah Segar (TBS) merupakan nilai ekonomis yang utama dari kelapa sawit. Buah sawit terdiri dari kulit (eksocrap), serabut (mesocrap), cangkang (endocrap) dan inti (kernel). Produk utama dari bauah sawit adalah minyak dari mesocrap (yang disebut dengan minyak sawit) dan minyak dari inti sawit. Rasio minyak inti sawit terhadap berat TBS (yang disebut rendemen CPO) sekitar 20-25% sedangkan ratio inti sawit terhadap berat tandan (rendemen inti) sekitar 4-7%           (Wahyono,  dkk, 1996).

Tanaman kelapa sawit normal yang telah berbuah akan menghasilkan kira-kira 20-22 tandan/tahun dan semakin tua produktivitasnya menurun menjadi 12-14 tandan/tahun. Pada tahun-tahun pertama tanaman kelapa sawit berbuah pada tanaman yang sehat berat tandannya berkisar antara 3-6 kg. Tanaman semakin tua, berat tandan pun bertambah, yaitu antara 25-35 kg/tandan (Tim Penulis PS, 1997).

Perkembangan buah telah diteliti oleh banyak ahli. Endosperm masih berupa cairan sampai dengan periode 60-70 hari setelah anthesis (hsa) dan mulai mengental pada periode l.k. 100 hsa. Berat minyak perinti menunjujjan kenaikan yang tetap pada periode 70-140 hsa. Berat kering ini meningkat dan proporsi kandungan minyak terhadap biji kering kira-kira mulai konstan pada periode >110 hsa (Pahan, 2006).

Setiap jenis kelapa sawit memiliki ukuran dan bobot biji yang berbeda. Biji dura Afrika panjangnya 2-3 cm dan bobot rata-rata mencapai 4 gram, sehingga dalam 1 kg terdapat 250 biji. Biji dura deli memiliki bobot 13 gram perbiji, dan biji tenera Afrika rata-rata memiliki bobot 2 gram perbiji (Sunarko, 2007).

Kernel atau biji atau inti. Inti dapat disamakan dengan daging buah dalam kelapa sayur, tetapi bentuknya lebih padat dan tidak berisi air buah. Kernel mengandung minyak (PKO) sebesar 3% dari berat tandan, berwarna jernih, dan bermutu sangat tinggi (Sastrosayono, 2003).


Syarat Tumbuh

Iklim 
Tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis, kecuali pada kondisi juvenile di pre nursery. Pada kondisi langit cerah di daerah zona katulistiwa, intensitas cahaya matahari bervariasi 1.410-1.540 J/cm2/hari. Intensitas cahaya matahari sebesar 1.410 terjadi pada bulan Juli dan Desember, sedangkan 1.540 terjadi pada bulan Maret dan September. Dengan semakin menjauhnya suatu daerah dari khatulistiwa – misalnya pada daerah 10o LU – intensitas cahaya akan turun dan berkisar 1.218-1.500 J/cm2/hari. Intensitas 1.218 terjadi pada bulan Desember, sedangkan 1.500 terjadi pada periode Maret-September (Pahan, 2006).

Ketinggian (altitude) 0-600 m di atas permukaan laut (dpl). Optimum 0-200 m dpl. Berdasarkan survei pada kasus tertentu dapat disarankan sampai altitude 850 dpl (Wahyono, dkk, 1996).

Jika tanah kekurangan air (kekeringan) maka akar tanaman akan sulit menyerap mineral dalam tanah sebab dengan adanya air, unsur-unsur hara dapat larut dan tersedia bagi tanaman. Faktor-faktor kelembapan udara juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kelapa sawit. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kelembapan antara lain curah hujan, suhu, dan penyinaran matahari. Kelembapan optimum bagi kelapa sawit berkisar 80%-90% (Risza, 1994).

Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan. Angin yang terlalu kencang akan menyebabkan tanaman baru doyong atau miring (Lubis, 1992).

Curah hujan optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit rata-rata 2000-2500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang berkepanjangan. Curah hujan yang merata ini dapat menurunkan penguapan dari tanah dan tanaman kelapa sawit. Air merupakan pelarut unsur-unsur hara di dalam tanah. Sehingga dengan bantuan air, unsur tersebut menjadi tersedia bagi tanaman. Bila tanah dalam keadaan kering, akar tanaman sulit menyerap ion mineral dari dalam tanah. Oleh sebab itu, musim kemarau yang berkepanjangan akan menurunkan produksi (Tim Penulis PS, 1997).

Selain curah hujan dan sinar matahari yang cukup, tanaman kelapa sawit memerlukan suhu yang optimum sekitar 24-280C untuk tumbuh dengan baik. Meskipun demikian, tanaman masih bisa tumbuh pada suhu terendah 180C dan tertinggi 320C. Beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendah suhu adalah lama penyinaran dan ketinggian tempat. Makin lama penyinaran atau makin rendah suatu tempat makin tinggi suhunya (Fauzi, dkk, 2004).

Tanah

Kecocokan tanah untuk kelapa sawit dipengaruhi karakteristik fisik dan kimia. Informasi terperinci pada banyak jenis tanah dan kandungan tanah diluar lingkup ini dan pembaca adalah referensi bagi salah satu dari beberapa kemunculan yang baik pada lahan. Tinjauan ulang yang biasa dari jenis tanah ditemukan pada daerah kelapa sawit di seluruh dunia yang telah dibuat  (Turner  and Gillbanks, 1974).

Dalam hal tanah, tanaman kelapa sawit tidak menuntut pernyataan terlalu banyak karena dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah (podsolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial, atau regosol). Meskipun demikian, kemampuan produksi kelapa sawit pada masing-masing tanah tidaklah sama
(Tim Penulis PS, 1997).

Kelapa sawit dapat tumbuh padea berbagai jenis tanah seperti podsolik, latosol, hidromorfik kelabu (HK), regosol, andosol, organosol, dan alluvial. Solum tebal 80 cm. solum yang tebal akan merupakan media yang baik bagi perkembangan akar sehingga efisiensi penyerapan hara tanaman akan lebih baik             (Lubis, 1992).

Tanaman kelapa sawit tidak memerlukan tanah dengan sifat yang istimewa sebab kekurangan suatu unsur hara dapat diatasi dengan pemupukan. Walaupun demikian tanah yang mengandung unsur hara dalam jumlah besar sangat baik untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman, sedangkan keasaman tanah menentukan ketersediaan dan keseimbangan unsur hara dalam tanah. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH tanah antara 4,0-6,5 sedangkan pH optimumnya adalah 5-5,5 (Fauzi, dkk, 2004).

Sifat fisik tanah ditemntukan oleh tekstur, struktur, kemiringan tanah, tebalnya lapisan tanah, kedalaman permukaan air tanah. Kelapa sawit menghendaki tanah yang subur, gembur, memiliki solum yang tebal, tanpa lapisan padas, datar dan drainasenya baik (Risza, 1994).

Tanaman kelapa sawit membutuhkan drainase tanah yang baik untuk menunjang pertumbuhan dan produktifitas kelapa sawit yang tinggi. Kondisi tanah yang berdrainase buruk menyebabkan akan terhambat respirasi dan penyerapan unsur hara oloeh akar tanaman, sedangkan pada tanah yang berdrainase terlalu cepat dapat mengurangi kemampuan tanah dalam menahan air (Wahyono, dkk, 1996).

Kecenderungan praktik pertanian (perkebunan) yang semakin terdesak ke arah lahan yang “marjinal” dan semakin menjauh dari daerah pemukiman tradisional menuntut perkembangan teknologi (baca: Rupiah) untuk mengatasi kondisi ke-marjinal-an lahan dan perkembangan infrastruktur wilayah baru tersebut. Dengan demikian, pemanfaatan lahan selain mengacu pada konsep kelas kesesuaian lahan, juga harus mempertimbangkan pengembangan infrastruktur (oleh pemerintah) di masa yang akan datang (Pahan, 2006).


Phylotaxis

Dewasa ini sedang dipelajari kemungkinan jumlah anak daun sebagai penduga produksi. Menurut penelitian Subroto, Taniputra, dan Manurung (1988), panjang anak daun berkorelasi langsung dengan hasil tandan, sedang jumlah anak daun berkorelasi tidak langsung dengan hasil tandan. Filotaksisnya adalah dari kanan atas ke kiri bawah, tetapi ada juga yang sebaliknya, namun tidak terdapat perbedaan hasil                    (Sianturi, 1991).

Jumlah kedudukan pelepah daun pada batang kelapa sawit disebut juga phylotaxis yang dapat ditentukan berdasarkan perhitungan susunan duduk daun, yaitu dengan menggunakan rumus duduk daun 1/8. Artinya, setiap satu kali berputar melingkari batang, terdapat duduk daun (pelepah) sebanyak 8 helai. Pertumbuhan melingkar duduk daunmengarah ke kanan atau ke kiri menyerupai spiral. Pada tanaman yang normal, dapat dilihat dua set spiral berselang 8 daun yang mengarah ke kanan dan berselang 13 daun mengarah ke kiri (Fauzi,  dkk, 2004).

Susunan spiral mengikuti deret Fibonacci, yaitu 1:1:2:3:5:8:13:21, dan seterusnya. Setiap angka pada susunan spiral ini merupakan penjumlahan dari dua angka sebelumnya. Pada batang kelapa sawit dewasa, susunan kelipatan 8 daun umumnya biasa ditemui, tetapi kelipatan 5, 13, dan 21 juga dapat dijumpai      (Pahan, 2006).

Daun yang telah tua patah di dekat pangkal pelepahnya, sedangkan pangkal pelepah daun ini tidak akan lepas dari batangnya. Akibatnya, permukaan batang tidak licin seperti pohon kelapa pada umumnya. Di bagian pangkal pelepah daun terdapat duri-duri yang sangat tajam. Setiap tahun, tanaman kelapa sawit bisa mengeluarkan 20-24 lembar daun (Sastrosayono, 2003).

 
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan ini dilaksanakan pada hari Jumat, 18 April 2008 di areal pertanian Laboratorium Botani Umum Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl.

Bahan dan Alat


Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah pohon kelapa sawit sebagai objek percobaan.

Alat-alat yang digunakan adalah tali plastik untuk menandai alur pelepah daun kelapa sawit dan pacak untuk menandai tali pertama yang ditentukan, alat-alat tulis untuk menulis data hasil perhitungan, parang untuk memotong dan membersihkan pelepah daun kelapa sawit, kalkulator untuk menghitung perhitungan umur tanaman kelapa sawit, dan kamera untuk mengambil gambar.

Prosedur Percobaan

-    Ditentukan salah satu tanaman kelapa sawit yang ada di areal lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
-    Dipilih salah satu bekas potongan pelepah daun kelapa sawit yang paling bawah.
-    Diikat bekas potongan daun tersebut, lalu dililitkan tali plastik (rafia) begitu juga dilakukan untuk potongan dan diatasnya mengikuti arah lingkaran potongan daun sampai ke puncak daun kecuali daun tombak.
-    Dihitung berapa lilitan bekas potongan pelepah sampai di puncak hingga diperoleh jumlah yang dilambangkan dengan P.
-    Dihitung lingkaran yang mengelilingi batang kelapa sawit yang disebut dengan N.
-    Dihitung dengan menggunakan rumus:
R =  (N x P)/20



HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dari hasil percobaan diperoleh jumlah alur (P) pada kelapa sawit berjumlah 8 sedangkan jumlah pelepah pada satu alur (N) sebanyak 35. jadi umur kelapa sawit tersebut adalah:

R =  (N x P)/20
R =  (35X8)/20
R =  14 tahun

Pembahasan
Dari hasil percobaan perhitungan umur tanaman kelapa sawit mengunakan metode phylotaxis yang dihitung dari jumlah alur dalam satu pohon kelapa sawit. Perhitungan ini dapat kita lakukan dari atas ke bawah, dari kiri ke kanan, atau sebaliknya. Hal ini sesuai literatur Sianturi (1991), yang menyatakan panjang anak daun berkorelasi langsung dengan hasil tandan, sedang jumlah anak daun berkorelasi tak langsung dengan hasil tandan. Filotaksis adalah dari kanan ke kiri tetapi ada juga yang sebaliknya, namun tidak terdapat perbedaan hasil.

Phylotaxis ditentukan berdasarkan perhitungan susunan duduk daun. Dari percobaan perhitungan phylotaxis kalapa sawit diperoleh rumus duduk daun 3/8. Artinya, satu kali berputar terbentuk 3 spiral dan melewati 8 daun. Dengan mengetahui ketentuan tersebut maka kita dapat menghitung umur tanaman kelapa sawit. Dan dari percobaan diperoleh 35 pelepah daun sehingga umur tanaman 14 tahun. Hal ini sesuai pernyataan Fauzi, dkk (2004) yang menyatakan phylotaxis dapat ditentukan berdasarkan perhitungan susunan duduk daun, yaitu dengan menggunakan rumus duduk daun 1/8. Artinya setiap satu kali berputar melingkari batang, terdapat duduk daun (pelepah) sebanyak 8 helai.

Dari percobaan diperoleh alur pada satu pohon rata-rata adalah kelipatan 8. deret Fibonacci menunjukkan bahwa susunan daun merupakan penjumlahan dari angka-angka sebelumbya seperti 1/2, 1/3, 2/5, 3/8, 5/13, dan seterusnya. Dan pada kelapa sawit diperoleh rumus 3/8. hal ini sesuai dengan literatur Pahan (2006) bahwa susunan spiral mengikuti deret Fibonacci, yaitu 1:1:2:3:5:8:13:21, dan seterusnya. Pada batang kelapa sawit dewasa, susunan lipatan 8 daun umumnya biasa ditemui, tetapi kelipatan 5, 13, dan 21 juga dapat dijumpai.

Dari hasil percobaan, diperoleh umur tanaman kelapa sawit adalah 14 tahun. Hal ini dapat diperoleh dari rumus R= (NxP)/20. Pembagi 20 merupakan rata-rata dari daun tanaman kelapa sawit yang mengeluarkan 18-22 daun pertahunnya. Dan banyaknya pelepah juga menentukan jumlah umur tanaman kelapa sawit karena meskipun bertambah tua pelepahnya tidak akan lepas. Hal ini sesuai literatur Sastrosayono (2003) bahwa daun yang telah tua patah di dekat pangkal pelepahnya, sedangkan pangkal pelepah daun tidak akan lepas dari batang. Setiap tahun tanaman kelapa sawit bisa mengeluarkan 20-24 lembar daun.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.      Dari varietas kelapa sawit, tanaman yang unggul adalah tenera.
2.      Pohon kelapa sawit yang digunakan dalam percobaan memiliki 35 pelepah daun dalam satu alur dengan jumlah alurnya 8.
3.      Kelapa sawit yang diamati pada percobaan berumur 14 tahun.
4.      Dalam perhitungan phylotaxis digunakan faktor pembagi 20, bahwa setiap tahun tanaman kelapa sawit menghasilkan 18-22 daun, sehingga diambil rata-ratanya yaitu 20.
5.      Kelapa sawit memiliki rumus daun 3/8.
6.      Sudut divergensi kelapa sawit adalah 1350.

Saran

Dalam melakukan percobaan menghitung umur tanaman kelapa sawit sebaiknya praktikan lebih teliti dalam menghitung jumlah pelepah dalam satu alur agar data yang diperoleh adalah data yang sebenarnya dan bukanlah hasil rekayasa.
 
DAFTAR PUSTAKA
Fauzi, Y., Y. E. Widyastuti, I. Satyawibawa, dan R. Hartono. 2004. Kelapa Sawit: Budi Daya, Pemanfaatan, Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Penebar Swadaya, Jakarta.

Hartmann, H. T., W. J. Flocker, and A. M. Kofranek. 1981. Plant Science: Growth, Development, and Utilization of Cultivated Plants. Prentice Hall, inc., New Jersey.

Kheong, C. K., B. R. Hewitt, H.Y. Chu, K. T. Joseph, and N. Williams. 1969. Modern Agriculture for Tropical Schools. Oxford University Press, Singapore.

Lubis, A.U.. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat-Bandar Kuala, Pematang Siantar.

Mangoensoekarjo, S. dan H. Semangun. 2003. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Pahan, I.. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu Sampai Hilir. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rajanaidu, N., M. J. Lawrence, and S. C. Ooi. 1981. International Conference: The Oil Palm Agriculture Indonesia The Eighies. Palm Oil Research Institude Of Malaysia, Kuala Lumpur.

Risza, S.. 1994. Kelapa Sawit: Upaya Peningkatan Produktivitas. Kanisius, Yogyakarta.

Sastrosayono, S.. 2003. Budi Daya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Sianturi, H. S. D.. 1991. Budi Daya Kelapa Sawit. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Soehardjo. 1984. Vademecum Kelapa Sawit. PT. Perkebunan Nusantara IV Bah  Jambi, Pematang Siantar.

Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budi Daya Dan Pengolahan Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Tahardi, J. S., T. W. Darmono, Siswanto, D. Santoso, dan R. Nataatmadja. 1997. Proceeding of The BTIG Workshop On: Oil Palm Improvement Through Biotechnologi. The Biotechnology Research Unit for Estate Crops, Bogor.

Tim Penulis PS. 1997. Kelapa Sawit: Usaha Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran. Penebar Swadaya, Jakarta.

Turner, P. D. and R. A. Gillbanks. 1974. Oil Palm Cultivation and Manajement. The Incorporated Society of Planters, Malaysia.

Wahyono, T., R. Nurkhoiry, and M. A. Agustira. 1996. Profil Kelapa Sawit Di Indonesia. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.

0 komentar: