BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Jumat, 11 September 2009

dormansi biji

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya.
Adapun judul dari laporan ini adalah “Dormansi Biji” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikum di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Prof. Dr. Ir. J. A. Napitupulu, MSc ; Prof. Dr. Ir. J. M. Sitanggang, MP ; Ir. H. Dartius, MP ; Ir. Meiriani, MP; Ir .Mawarni, MP; Ir. Haryati, MP ; Ir. Ratna Rosanty Lahay, MP selaku dosen penanggung jawab dan juga kepada para asisten yang telah membantu penulis dalam praktikum sehingga laporan ini tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempunaan. Oleh karena itu,penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempuranaan laporan ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, November 2007


Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..ii
PENDAHULUAN………………………………………………………………..1
Latar Belakang…………………………………………………………….1
Tujuan Percobaan………………................................................................3
Kegunaan Percobaan………………………………………………...........3
TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………4
BAHAN DAN METODE………………………………………………………..8
Tempat dan Waktu Percobaan.....................................................................8
Bahan dan Alat Percobaan ………………………………………………..8
Prosesur Percobaan………………………………………………………..9
HASIL DAN PEMBAHASAN………...……………………………………….10
Hasil……………………………………………………………………...10
Pembahasan……………………………………………………………....11
KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………............14
Kesimpulan……………………………………………………..………..14
Saran……………………………………………………………………..14
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………......15
LAMPIRAN


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dormansi pada benih dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan tipe dari dormansinya. Pertumbuhan tidak akan terjadi selama benih belum melalui masa dormansinya, atau sebelum dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih tersebut. Dormansi dapat dipandang sebagai salah satu keuntungan biologis dari benih dalam mengadaptasikan siklus pertumbuhan tanaman terhadap keadaan lingkungannya, baik musim maupun variasi – variasi yang kebetulan terjadi. Sehingga secara tidak langsung benih dapat menghindarkan dirinya dari kemusnaan alam ( Sutopo, 1998 ).
Dormansi diperlihatkan oleh sekumpulan luas organ dari tanaman parenial, termasuk rhizoma, corm, bongkol, bulbil, umbi-akar, umbi-batang, dan tunas diam dimusim dingin dari tanaman air tertentu. Dormansi corm dari Gladiolus, rhizoma dari Convallaria, dan umbi Hellianthus tuberosus. Di pihak lain, umbi – umbi dari sebagian besar yarietas kentang muncul dari dormansi lebih cepat jika disimpan pada 22˚ C dari pada 10˚ C ( Sutedjo, 1992 ).
Pada umumnya masa istirahat biji ini dapat diperpendek dengan perlakuan penyimpanan pada temperatur 4,4 sampai dengan 7,2˚ C selama 1 hingga 3 bulan tergantung pada jenis bijinya. Dalam hal masa istirahat ada dua macam, yakni yang tidak dipengaruhi oleh faktor dalam yang disebut “domansi” . Tetapi ada juga yang dapat dipengaruhi oleh faktor luar yang biasa disebut “istirahat” ( rest period ) ( Ashari, 1995 ).
Sehubungan dengan interaksi antara dormansi dan penyimpanan, ada masalah lain yang menarik, yaitu apakah dormansi memperpanjang masa hidup benih. Robert ( 1997 ) meninjau literature yang berhubungan dengan masalah tersebut, akan tetapi informasi yang tersedia belum cukup meski hanya untuk melihat hubungan yang paling sederhana sekalipun. Ia merinci dan menganalisis sebagian penelitiannya pada padi, dan mendapatkan bahwa hasil percobaannya tidak mendukung adanya hubungan antara dormansi dan masa hidup. Hal ini bukan berarti tidak ada kemungkinan bahwa masa hidup benih dorman dari tanaman asal asal suatu tanaman daerah atau tanaman liar yang terpendam di dalam tanah pada kondisi alami, lebih panjang dibandingkan dengan masa hidup benih non dormannya ( Justice dan Bass, 1990 ).
Benih yang telah berakhir masa dormansinya, dalam periode 15 – 25 hari masa perkecambahan akan berkecambah. Reproduksi generatif spesies – spesies tumbuhan hutan yang bijinya termasuk golongan orthodox mengalami masa dormansi atau biji rekalsitran yang berumur sangat pendek. Karekteristik biji itu mengakibatkan sebagian besar mendapat kendala dalam pengujian mutu fisiologis dan genetik benih di Laboratorium pada uji perkecambahannya. ( Suharto, 2004 )




Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh kulit biji yang keras terhadap perkecambahan dan untuk mengetahui pengaruh bahan – bahan yang keras terhadap perkecambahan.
Kegunaan Percobaan
- Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikum di Laboratorium
Fisiologi Tumbuhan, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
- Sebagai bahan informasi bagi pihak – pihak yang membutuhkan


TINJAUAN PUSTAKA
Dormansi merupakan fase istirahat dari suatu organ tanaman yang mempunyai potensi untuk tumbuh aktif, karena mempunyai jaringan meristem. Pada fase ini pertumbuhan organ tersebut hanya terhenti sementara. Perhentian sementara ini hanya dinilai secara visual. Jadi mungkin saja pada organ tersebut masih berlangsung proses akumulasi senyawa – senyawa tertentu. Dan pada pematahan dormansi dapat diganti oleh zat kimia seperti KNO3, thiorea dan asam giberalin. Pada kenyataannya, pada organ secara visual disebut dormansi, sesungguhnya masih berlangsung perubahan – perubahan biokimia dan struktur mikroskopiknya ( Pandey and Sinha, 1992 ).
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melakukan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo ( Anonimous, 2007a).
Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih, yang ditujukan untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam. Upaya ini dapat berupa pemberian perlakuan secara fisis, mekanis maupun chemis ( Anonimous, 2007b ).
Beberapa jenis biji tanaman memerlukan masa istirahat sesudah panen. After ripening period ini menunjukkan adanya perubahan biokimia dan fisiologis dalam biji yang lambat sebelum tumbuh menjadi tanaman. Perubahan – perubahan ini mungkin mencakup pembebasan hormone, absorpsi air, difusi oksigen ke dalam biji, difusi CO2 keluar dari biji, dan sebagainya ( Salisbury and Ross, 1995 ).
Dormansi dapat dibedakan menjadi endodormansi, paradormansi, dan ekodormansi. Endodormansi adalah dormansi dimana reaksi awal yang menyebabkan pengendalian pertumbuhan berasal dari sinyal endogen atau langsung lingkungan yan langsung diterima oleh organ itu sendiri. Paradormansi adalah dormansi dimana reaksi awal yang mengendalikan pertumbuhan berasal dari ( atau pertama diterima oleh ) organ selain organ yang mengalami dormansi. Sedangkan ekodormansi adalah dormansi yang disebabkan oleh satu atau lebih faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan metabolisme yang mengakibatkan terhentinya pertumbuhan ( Lakitan, 1996 ).
Berdasarkan faktor penyebab dormansi dapat dibedakan menjadi ; Imposed dormancy yaitu terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan ( mendukung ) ; Imnate dormancy yaitu dormansi yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ – organ biji itu sendiri ( Anonimous, 2007 a).
Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji dapat dibedakan menjadi mekanisme fisik dan mekanisme fisiologis. Mekanisme fisik merupakan dormansi yang mekanisme penghambatnya disebabkan oleh organ biji itu sendiri. Mekanisme fisik ini terbagi menjadi ; mekanis yaitu embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik ; fisik yaitu penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeable ; kimia yaitu bagian biji / buah mengandung zat kimia penghambat. Mekanisme fisiologis merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses fisiologis ( Anonimous, 2007 a).
Perkecambahan biji yang mengandung kulit biji yang tidak permeable dapat dirangsang dengan skarifikasi – pengubahan kulit biji untuk membuatnya menjadi permeable terhadap gas – gas dan air. Ini dapat tercapai dengan bermacam teknik, cara – cara mekanik termasuk tindakan pengempelasan merupakan tindakan yang paling umum. Tindakan air panas 100˚ C efektif untuk benih “ honey locust ”. Beberapa benih dapat diskarifikasi dengan tindakan H2SO4 ( Harjadi, 2002 ).
Biji yang membutuhkan suhu rendah dapat mengalami dormansi secara alami dengan cara : biji dorman selama musim gugur, melampaui satu musim dingin dan baru berkecambah pada musim semi berikutnya. Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah, dan dengan pemberian aerasi dan imbibisi (Anonimous, 2007a ).
Dormansi dapat terjadi karena zat penghambat. Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses – proses metabolik, yang masing – masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh ; namun lokasi penghambatnya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat dimana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah ( Anonimous, 2007a )
Dormansi dapat diatasi dengan perlakuan – perlakuan ; pemarutan atau penggoresan ( skarifikasi ) yaitu dengan cara menghaluskan kulit benih ataupun menggores kulit benih agar dapat dilalui air dan udara ; melemaskan kulit benih dari sifat kerasnya ; memasukkan benih ke dalam botol yang disumbat dan secara periodik mengguncang – guncangnya ; stratifikasi terhadap benih dengan suhu rendah ataupun suhu tinggi ; perubahan suhu ; dan penggunaan zat kimia. ( Kartasapoetra, 2003 )

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Pada ketinggian ± 25 m dpl, pada tanggal 9 November 2007, sampai dengan selesai.
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan adalah biji tomat 60 buah, biji lengkeng, biji sirsak, biji Jatopha C, biji apel, biji sawo, masing – masing 20 buah dan buah tomat utuh sebagai bahan percobaan, aquadest untuk merendam biji, larutan coumarin untuk merendam biji, larutan asam sulfat untuk merendam biji, larutan KNO3 untuk merendam biji, kertas pasir untuk membersihkan biji, kertas merang sebagai media tanam, pasir sebagai media tanam, karet gelang untuk mengikat Petridis, dan label untuk menandai perlakuan.
Adapun alat yang digunakan adalah cawan Petridis sebagai wadah biji perkecambahan tomat, wadah plastik sebagai wadah biji perkecambahan lengkeng, sirsak, Jatopha C, apel, sawo, glass beaker sebagai tempat perendaman.
Prosedur Percobaan
a. Disiapkan bak perkecambahan, diisi dengan pasir
b. Disediakan biji lengkeng 20 biji, sedangkan biji sirsak, Jatopha C, apel dan sawo masing – masing 25 biji.
Masing – masing diberi perlakuan :
- direndam 5 biji dalam aquadest ± 15 menit
- dikikir 5 biji dengan kertas pasir, kecuali biji lengkeng, kemudian direndam dalam aquadest selama ± 15 menit
- direndam 5 biji dengan air panas selama ± 15 menit
- direndam 5 biji dalam larutan H2SO4 5 cc/l air selama ± 15 menit
- direndam 5 biji dalam larutan KNO3 5 cc/l air selama ± 15 menit
- ditanam dibak perkecambahan yang telah diisi pasir dan diberi label
- diamati persentase perkecambahan setelah tiga dan enam hari
c. Disediakan 60 biji tomat yang telah dikeringkan
- disediakan 3 buah cawan petri yang telah dilapisi dengan kertas merang
- diletakkan ke dalam cawan petri masing – masing 20 biji tomat dan diberi
perlakuan :
 20 biji tomat + aquadest
 20 biji tomat + air coumarin
 20 biji tomat + ekstrak tomat
- ditutup cawan dan diikat karet gelang, lalu diberi label
- diamati persentase perkecambahan setelah tiga dan enam hari
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
1. Tomat

Perlakuan Biji Tomat 3 Hari 6 Hari
∑ % ∑ %
1. Ekstrak Tomat 0 0 1 1/20 x 100% = 5%
2. Aquades 13 13/20 x 100% = 65% 19 19/20 x 100% = 95%
3. Coumarin 0 0 0 0

2. Lengkeng, Sirsak, Jatppha C, Apel, Sawo

2.1. Data Pengamatan 3 Hari
Biji Perlakuan
Dikikir Aquadest Air Panas H2SO4 KNO3
∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
1.Lengkeng - - 1 20% 0 0 0 0 0 0
2.Sirsak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3.Jatopha C 1 20% 2 40% 2 40% 4 80% 2 40%
4.Apel 2 40% 2 40% 0 0 0 0 0 0
5.Sawo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2.2. Data Pengamatan 6 Hari
Biji Perlakuan
Dikikir Aquadest Air Panas H2SO4 KNO3
∑ % ∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
1.Lengkeng - - 4 80% 0 0 2 40% 3 60%
2.Sirsak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3.Jatopha C 4 80% 4 80% 5 100% 5 100% 5 100%
4.Apel 2 40% 2 40% 0 0 0 0 0 0
5.Sawo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Pembahasan
Dari hasil percobaan, pada perlakuan ekstrak tomat, dapat kita lihat bahwa hanya 5 % yang berkecambah pada hari ke enam. Sedangkan 95 % lagi, tidak tumbuh. Hal ini disebabkan karena ekstrak tomat ( yang merupakan bagian dari buah ) disini bukan sebagai pendukung pertumbuhan perkecambahan tetapi sebaliknya sebagai penghambat pertumbuhan perkecambahan sehingga berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji, ini dapat digolongkan sebagai mekanisme fisik. Hal ini sesuai dengan literatur Anonimous ( 2007a ) yang menyatakan bahwa mekanisme fisik merupakan dormansi yang mekanisme penghambatnya disebabkan oleh organ biji itu sendiri. Mekanisme fisik ini terbagi atas ; mekanis yaitu embryo tidak berkembang karena dibatasi secara fisik ; fisik yaitu penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeable ; dan kimia yaitu bagian biji / buah mengandung zat kimia penghambat.
Dormansi dapat disebabkan oleh zat penghambat. Pada percobaan ini, biji tomat diberi perlakuan dengan soumarin. Dan pada perlakuan ini tidak ada satupun biji tomat yang berkecambah. Hal ini menunjukkan bahwa soumarin disini merupakan sebagai zat penghambat yang menyebabkan biji tomat mengalami dormansi. Hal ini sesuai dengan literatur Anonimous ( 2007a ) yang menyatakan bahwa dormansi dapat terjadi karena zat penghambat. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh.
Dormansi dapat diatasi dengan berbagai cara, salah satunya yaitu dikikir ( cara pemarutan atau penggoresan ). Perlakuan ini, merupakan cara menghaluskan kulit benih ataupun menggores kulit benih agar dapat dilalui oleh air dan udara. Hal ini sesuai dengan literatur Kartasapoetra ( 2003 ) yang menyatakan bahwa dormansi dapat diatasi dengan perlakuan pemarutan atau penggoresan ( skarifikasi ) yaitu dengan cara menghaluskan kulit benih ataupun menggores kulit benih agar dapat dilalui air dan udara.
Dalam percobaan yang dilakukan pada biji tomat, dengan perlakuan aquadest, setelah hari ke enam, dapat terlihat bahwa hampir semua biji tomat berkecambah, yaitu sebanyak 19 biji. Hal ini menunjukkan bahwa dormansi pada biji tomat dapat dipatahkan melalui proses imbibisi yaitu dengan perlakuan aquadest. Ini dapat terjadi karena biji tomat termasuk biji yang membutuhkan suhu rendah sehingga untuk mematahkan dormansinya dapat dilakukan dengan cara pemberian aerasi dan imbibisi. Hal ini sesuai dengan literatur Anonimous ( 2007a ) yang menyatakan bahwa dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi.
Dalam percobaan ini, dapat dilihat bahwa biji sirsak dan biji sawo, baik pada hari ke tiga maupun hari ke enam, tidak satupun dari biji yang ditanam berkecambah. Hal ini diduga karena waktu dan lingkungan yang belum memungkinkan untuk proses tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur Anonimous ( 2007a ) yang menyatakan bahwa dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melakukan proses tersebut.
Di dalam percobaan ini, benih komoditi diberi perlakuan air panas. Hal ini dilakukan untuk mengatasi dormansi. Cara pematahan dormansi ini juga biasa disebut skarifikasi, yaitu merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih, yang ditujukan untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam. Hal ini sesuai dengan literatur Anonimous ( 2007b ) yang menyatakan bahwa skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih, yang ditujukan untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pada percobaan yang dilakukan dapat diketahui bahwa biji sirsak dan biji sawo tidak berkecambah sama sekali, baik pada hari ke tiga maupun pada hari ke enam
2. Biji tomat pada perlakuan coumarin, tidak berkecambah sama sekali, baik pada hari ke tiga maupun hari ke enam
3. Biji Jatopha C, pada hari ke enam, berkecambah seluruhnya yaitu pada perlakuan air panas, H2SO4 dan KNO3. Sedangkan pada perlakuan dikikir dan aquadest hanya 80 % yang berkecambah
4. Ekstrak tomat merupakan zat penghambat yang menyebabkan biji tomat mengalami dormansi
5. Biji tomat pada perlakuan aquadest pada hari ke enam, hanya satu biji yang tidak tumbuh. Sedangkan biji lainnya tumbuh. Besar persentase perkecambahannya yaitu sebesar 95 %.
Saran
Sebaiknya, media perkecambahannya selalu dicukupi dengan air. Sehingga, media tersebut memenuhi syarat untuk perkecambahan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2007a. http :// elisa. ugm. ac. id/ files/ yeni wnv ratna/ 6 LAW; ASR/
III dormansi. Doc. 6 November 2007. 4 page.
_________, 2007b. http :// elisa. ugm. ac. id/ files / yeni mw ratna/ II - kualitas %
20 dan % prod-peningk % 20 prod-malink, doc. 6 November 2007. 6 page.
Ashari, Sumeru. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI - Press. Jakarta.
Harjadi, Sri Setyadi. 2002. Pengantar Agronomi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Justice, Oren L. dan Bass, Louis N. 1990. Prinsip Praktek Penyimpanan Benih.
PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Kartasapoetra, A. G. 2003. Teknologi Benih ( Pengolahan Benih dan Tuntunan
Praktikum ). PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Pandey, S. N and Sinha, B. K. 1992. Plant Physiology. Vikas Publishing House
PVT LTD. India.
Salisbury, F. B and Ross, C. W. 1995. Plant Physiology. CBS Publishers and
Distributors. India.
Suharto, Edi. 2004. Jurnal Akta Agrosio. Fakultas Pertanian UNIB. Bengkulu.
Sutedjo, M. M. 1992. Fisiologi Tanaman. PT. Bina Aksara. Jakarta
Sutopo, L. 1998. Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

like this! :)